A.
Pendahuluan
Pada
dasarnya dalam jurnal ini menganggap bahwa ekonomi sektor publik dan manajemen sektor publik harus saling
melengkapi satu
sama lain. Karena dianggap orang-orang yang berada di manajemen sektor publik
(birokrasi) tidak memiliki akses
yang cukup untuk ekonomi sektor publik. Dengan
demikian jurnal ini berusaha untuk mengeksplorasi relevansi ekonomi
sektor publik dalam
menunjang pelaksanaan dan pengelolaan serta
pelayanan sektor
publik terutama pentingnya perspektif pilihan publik atau
aspirasi dan partipasi publik dalam kebijakan publik dan pengambilan keputusan
pada sektor publik.
Tidak
hanya itu untuk menciptakan alokasi sumber daya yang
efisien
dalam sektor publik, minimalisasi kegagalan birokrasi, dan
desain yang efisien
serta membentuk lembaga fiskal etis
merupakan tawaran dalam artikel pilihan publik dan manajemen sektor publik ini.
Pada dasarnya kehadiran paradigma pilihan publik dalam
manajemen sektor publik merupakan reaksi dari tidak memadainya model
administrasi publik tradisional (Setiyono, 2007), dimana birokrasi pemerintah
terlalu membatasi kebebasan individu sehingga kekuasaan pemerintah perlu
dikurangi. Selain itu Birokrasi klasik selama ini dianggap memiliki kekakuan
yang progresif, sistem yang kompleks dan pengambilan keputusan top-down, aturan hirarkis, yang menyebabkan jauh dari harapan-harapan
warganegara (Anthony B. L. Cheung (1997)
dalam Hermawan, D. (2013:
101). Selain itu jika ditinjau dari aspek ekonomi, model birokrasi
tradisional tidak memiliki struktur dan insentif yang memadai yang membuat
birokrasi menjadi tidak efisien. Selain itu birokrasi yang ada pada model
birokrasi Weber pada dasarnya kurang termotivasi oleh kepentingan yang lebih
luas, misalnya saja pelayanan kepada masyarakat. Karena dari asumsi teori birokrasi
klasik weber ini, dominasi ambisi individu akan memberikan hasil yang tidak
selaras dengan tujuan dan sasaran organisasi.
Pada dasarnya ambisi individu menyebabkan individu berupaya
memperbesar anggaran. Akibatnya birokrat akan berupaya untuk memaksimalkan
manfaat bagi dirinya, yakni meningkatkan kekuasaa, prestis, keamanan, dan pendapatannya
dengan memanfaatkan struktur hirarki birokrasi dengan mengesampingkan tujuan
organisasi. Secara umum, argumen yang diberikan oleh teori pilihan publik diarahkan untuk mengurangi dominasi
campur tangan pemerintah dan mereduksi birokrasi. Karena demikian struktur
pasar kemudian dijadikan sebagai alternatif dalam sektor publik (Akbar 2015: 3).
Karena jika struktur
dan insentif dalam birokrasi harus ditinjau kembali untuk meningkatkan
kinerjanya, mengapa urusan publik tidak diserahkan saja kepada sektor privat,
dimana struktur dan sistem insentif sekarang berada dan sejumlah pelayanan
pemerintah juga dapat dikelola dalam sektor privat. Dari perspektif ini,
pelayanan publik harus dipangkas hingga pada titik minimum dengan
fungsi-fungsinya diserahkan kepada sektor privat ( Niskanen (1973) dalam
Kuncoro (2008 : 128) .
Masalah insentif (incentive problem) dan informasi asimetri
di sektor publik telah lama diidentifikasi oleh para ekonom. Dua pihak yang
bersinggungan adalah birokrat dan masyarakat umum. Teori paling awal mengenai
hal ini dikembangkan dalam kerangka kerja model Niskanen (1971). Menurut
Niskanen, seseorang ketika belum terpilih menjadi birokrat akan berupaya untuk
memaksimumkan fungsi kesejahteraannya sebagai anggota masyarakat. Namun, ketika
ia sudah terpilih menjadi birokrat, preferensinya menjadi berbeda. Fungsi
kesejahteraan birokrat bergantung pada seperangkat variabel, seperti gaji,
keuntungan dan manfaat atas posisi politik yang spesifik diembannya, reputasi,
dan kekuasaan. Kesemua faktor ini adalah dependen pada besarnya anggaran
pemerintah. Lebih lanjut, pihak yang lebih kuat (decisive) dalam anggaran
daerah bukannya masyarakat melainkan birokrat. Dan kemudian para birokrat
berperilaku memaksimisasi anggaran (budget maximization) sebagai proksi atas
kekuasaannya.
C.
Pokok Pikiran Artikel
Dalam artikel ini menjelaskan terkait praktik pilihan publik
dalam sektor publik terutama dalam hal kebijakan anggaran publik. Pada dasarnya
kehadiran public choice theory atau teori tentang pilihan publik
yang merupakan bagian dari teori ekonomi mengkritik beberapa asumsi dasar dari
administrasi publik tradisional.
Konsep public choice
ini merupakan pengembangan dari konsep libertarian
yang menganggap bahwa hak individu untuk kebebasan dan kemerdekaan adalah merupakan
hal yang sangat penting.
Perspektif pilihan publik diakui sebagai pendekatan yang berbeda untuk mempelajari kebijakan ekonomi
dan pengambilan keputusan
pada sektor publik.
Dengan
demikian menurut P. M. Jackson perlunya membangun hubungan simbiosis kuat antara mereka yang terlibat di
bidang ekonomi sektor publik (privat sector) dan
mereka yang peduli dengan isu-isu manajemen sektor publik
(birokrasi) untuk menghasilkan sinergitas dalam manajemen sektor publik yang diperlukan untuk memajukan serta
untuk peningkatan efisiensi dan
efektivitas di pelayanan di sektor publik.
Kehadiran konsep
pilihan publik untuk merancang
organisasi sektor publik, dengan membangun teknik manajemen, serta
partisipatif dalam merumuskan
kebijakan. Karena konsep manajemen adalah tentang mencapai tujuan organisasi melalui efisien,
efektif, dan dapat diterima secara proses moral, maka ekonomi telah banyak memberikan kontribusi
bagi perumusan prinsip-prinsip manajemen. Selain
itu dalam artikel ini juga memaparkan terkait kontribusi teori ekonomi untuk analisis
dan desain kebijakan
untuk memberikan pemahaman
peristiwa dan fenomena dalam domain
Kebijakan publik. Karena public choice pada dasarnya bisa menjadi
petunjuk bagi pengambil keputusan untuk menentukan pilihan kebijakan yang
paling efektif.
Dalam artikel ini juga
mengkritisi birokrasi tradisional
yang amat besar berpotensi: (1) kurang responsif kepada tuntutan yang beragam;
(2) menimbulkan biaya sosial yang tinggi bagi benefisiari; (3) gagal menjaga
keseimbangan penawaran dan permintaan; (4) mencegah salah guna barang publik;
(5) cenderung tidak mampu mengontrol aksi publik yang menyimpang dari tujuan
dan sasaran publik; dan (6) memperparah masalah ketimbang mengobati masalah
yang ada.
D. Pembahasan
Pada dasarnya ekonomi sektor publik memainkan peran penting dalam
menyediakan dasar yang kuat untuk prinsip-prinsip umum manajemen sektor publik.
Memang, pada tingkat yang lebih umum itu adalah ekonomi yang menetapkan
sebagian besar prinsip-prinsip manajemen umum. Ekonomi sektor publik memberikan
kontribusi untuk desain lembaga fiskal dan perumusan kebijakan publik.
Dan hadirnya pendekatan
pilihan public dalam manajemen sektor public menurut Caporaso & Levine,
sebagai penerapan metode-motede ekonomi
terhadap politik. Karena pada dasaarnya public choice adalah sebuah perspektif untuk bidang politik yang
muncul dari pengembangan dan penerapan perangkat dan metode ilmu ekonomi
terhadap proses pengambilan keputusan kolektif dan berbagai fenomena non pasar.
Demikian Buchanan yang mengatakan bahwa teori public choice menggunakan alat-alat atau metode yang telah
dikembangkan ke dalam teori-teori ekonomi dan diaplikasikan ke sektor politik
(pemerintah, ilmu politik, dan ekonomi publik). Sehingga teori public choice (pilihan publik) Menurut Staniland,
adalah salah satu cabang ilmu ekonomi yang mempelajari bagaimana pemerintah
membuat keputusan yang terkait dengan kepentingan publik (masyarakat). (Karjuni
Dt. Maani, 2013: 158-159).
Sedangkan
sektor public (public sektor) itu sendiri secara sederhana, dapat diartikan
sebagai sekor pelayanan yang menyediakan barang/jasa bagi masyarakat umum
dengan sumber dana yang berasal dari pajak dan penerimaan negara lainnya,
dimana kegiatannya banyak diatur dengan ketentuan perturan (I G Agung Rai,
2008: 3). Namun disisilain juga Broadbent dan Guthrie (1992)
mengidentifikasikan sektor public dari segi kegiatan (aktivitas) dan segi
kepemilikan. Dilihat dari segi kegiatan (aktivitas),
sektor publik adalah seluruh kegiatan yang dibiayai oleh pemerintah, baik dari
hasil pungutan pajak maupun penerimaan negara lain-lain, termasuk yang
bersumber dari utang. Jenis kegiatan yang dilakukan adalah penyediaan pelayanan
yang bersifat monopolistik, yang dipandang sebagai bagian dari kebutuhan
masyarakat. Dilihat dari segi kepemilikan, sektor publik adalah segala sesuatu
yang dimiliki oleh umum atau masyarakat, bukan oleh pemegang saham atau
sekelompok orang.
Dengan demikian dalam upaya
melakukan perbaikan birokrasi pemerintahan, Osborne dan Gabler (1996) dalam
Kurnia, 2014 ; 317) dengan menngkombinasikan sektor publik dan sektor privat
dalam birokasi pemerintahan karena Jiwa wiraswasta itu menekankan pada upaya
untuk meningkatkan sumberdaya baik ekonomi, sosial, budaya politik yang
dipunyai oleh pemerintah dari yang tidak produktif bisa menjadi produktif, dari
yang produtivitas rendah menjadi produtivitas tinggi. Peningkatan kapasitas sumberdaya ini menjadi
sangat penting dengan kompleksitas masalah yang ada di masyarakat karena
kedudukan sektor publik atau birokrasi pemerintahan tidak hanya terpaku pada
aturan legalitas yang kaku saja akan tetapi berorientasi dinamis untuk
melaksanakan aturan yang legal. Perkembangan masyarakat berimplikasi pada
peningkatan tuntutan masyarakat dan tuntutan ini membutuhkan jawaban. Jika
jawaban tidak sepadan dengan tuntutannya maka akan membawa pada ketidakpuasan
masyarakat. Untuk itu maka administrasi publik harus mampu manjawabnya.
Dari
pandangan diatas dengan merefleksikan teori pilihan publik atau Public choice theory yang merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip mikroekonomi
yang mengedepankan kebebasan publik untuk memilih dan berpartisipasi, maka Dunleavy
(1986) berpendapat bahwa aktor yang rasional dalam pendekatan teori pilihan
public pada dasarnya berasumsi bahwa:
- Dalam membuat keputusannya, individu cenderung berupaya untuk mendapatkan manfaat terbesar dengan ongkos yang minim. Mereka bertindak secara rasional ketika ingin mengejar preferensinya dalam tindakan yang efisien dan memaksimalkan manfaat yang akan diterimanya.
- Individu pada dasarnya egoistis, cenderung memperhatikan kepentingannya, mengambil tindakan jika tindakan itu memberikan konsekuensi positif bagi kesejahteraannya.
Sehingga seperti yang
disampaikan P. M. Jackson dimuka bahwa ekonomi sektor publik dan
manajemen sektor publik dua
hal yang harus saling melengkapi satu sama lain.
Karena selama ini (birokrasi) tidak memiliki akses yang cukup untuk
ekonomi sektor publik.
Dengan hadirnya paradigm ekonomi dalam sektor publik mampu mengeksplorasi relevansi ekonomi
sektor publik dalam
menunjang pelaksanaan dan pengelolaan serta
pelayanan sektor
publik terutama pentingnya perspektif pilihan publik atau
aspirasi dan partipasi publik dalam kebijakan publik dan pengambilan keputusan
pada sektor publik.
Tidak hanya itu untuk menciptakan alokasi sumber daya yang
efisien
dalam sektor publik, minimalisasi
kegagalan birokrasi, dan
desain yang efisien
serta membentuk lembaga fiskal etis
dalam kebijakan sektor publik.
Terlebih dengan isu superioritas informasi yang dimiliki
birokrat pemerintah tradisional maka akan mampu mempengaruhi suara mayoritas
hasil akhir dari pengambilan keputusan-keputusan publik melalui agenda kontrol.
Lebih lanjut, dengan tajam menunjukkan bahwa apabila agenda anggaran publik
telah didominasi oleh agen-agen politik maka hasil (outcome) dari anggaran
pengeluaran tersebut akan ditentukan dengan taktik ancaman (threat) Romer dan
Rosenthal (1979) dalam (Kuncoro, 2008: 128). Dalam literatur Ekonomi Publik
Lokal misalnya menyatakan bahwa perbedaan anggaran daerah merupakan akibat dari
ketidakseimbangan kekuatan antara masyarakat dengan birokrat daerah dalam
pengambilan keputusan-keputusan publik. Romer dan Rosenthal mengistilahkan hal
ini sebagai “tingkat pembalikan” (reversion level). Romer dan Rosenthal (1979)
,Kuncoro, 2008: 128). Ini akibat pembatasan terhadap kebebasan individu karena
dominasi pemerintah sehingga kekuasaan pemerintah perlu dikurangi dan struktur
pasar kemudian dijadikan sebagai alternatif dalam sektor publik.
Namun kehadiran konsep public
choice dalam manajemen sektor public ternyata juga menuai banyak kritikan
misalnya, (Buchanan, JM. et.al, (1980), dalam Prakosa, K. B. (2003: 23) menurutnya dalam
pendekatan teori public choice bahwa
proses politik dalam
suatu negara dapat merupakan suatu
proses yang disebut a complex competitive game. Dalam proses politik ini
berbagai aktor ekonomi berupaya untuk mempertahankan dan
meluaskan kepentingan
masing-masing yang banyak kejadian saling bertentangan. Dan akhirnya aktor-aktor
ekonomi yang kuat dan menguasai dana
yang banyak dapat melakukan kegiatan-kegiatan
lobbying untuk mempengaruhi
para pembuat undang-undang dan peraturan dan terutama
sekali dapat mempengaruhi para birokrat. Apalagi jika diimplementasikan dalam
negara berkembang kompetisi tersebut akan melahirkan KKN (Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme) yang luar biasa.
E.
Kontekstualitas Dengan Indonesia
Pada dasarnya sebagai penganut negara hukum (Rechtsstaat)
dalam sistem ketatanegaraan, maka di Indonesia dibawah naungan demokrasi akan
berlangsung dan berkembang apabila negara bergerak atas dasar hukum. Artinya
keterlibatan rakyat dalam menentukan kebijakan negara dalam menentukan
kepemimpinan pemerintahan diselenggarakan dalam koridor hukum. Dengan kata lain
bahwa demokrasi dan negara hukum sangat erat kaitannya ( Hakim,
2006: 9). Dan konsep public Choice pada dasarnya sebagai refleksi dari kebebasan
berdemokrasi, dimana ada penghormatan terhadap kebebasan inidividu dan kekuasaan
yang tidak monopolisitk, serta mekanisme pasar, namun jika dikontekstualisasikan
di Indonesia maka sedikit rumit dalam pengimplementasiannya.
Walaupun menurut
Kasali (2012) dalam Sutrisno (2015),
memberikan pemahaman bahwa nilai sektor bisnis memang saatnya diadopsi oleh
sektor belakangan bukan hanya mewabah
dalam institusi korporasi, melainkan juga dalam dunia pemerintah, walaupun
inovasi saat ini masih ada yang pro dan kontra di Indonesia akan tetapi apabila
inovasi tidak dilakukan maka tidak akan pernah ada pembaharuan atau perubahan
khususnya pada sektor publik.
Namun perlu juga mempertimbangkan
pendapat (martel, 1986) dalam Dyah Mutiarin, et.,al (2014: 176-176) bahwa asumsi dasar terkait perubahan
birokrasi sebenarnya ada 3 sebagai berikut:
1.
Bila kondisi organisasi sekarang dalam
kondisi maju dan berkembang, mka organisasi tidak perlu melakukan perubahan
apapun.
2.
Bahwa problema saat ini yang dihadapi
organisasi dapat diselesaikan dengan cara/metode peyelesaian masalah masa lalu.
3.
Bahwa perubahan hanya akan menimbulkan
masalah.
Apalagi terkait dengan
kebijakan anggaran di indonesia, selama ini bagi pemerintah di Indonesia
anggaran adalah instrument terpenting dalam kebijakan ekonomi yang mencerminkan
prioritas kebijakan dalam memutuskan kemana uang harus dibelanjakan dan dari
mana mesti dikumpulkan. Anggaran memiliki dampak yang sanga luas yang meliputi
seluruh aspek kehidupan masyarakat. Namun tidak jarang kalangan tertentu dari
masyarakat yang terpinggirkan tanpa sumber daya ekonomi dan kemampuan untuk
memepengaruhi kebijakan politik pemerintah yang mestinya mendapatkan layanan pemerintah
justru kurang memiliki akses utuk terlibat dalam proses penyusunan kebijakan
politik termasuk kebijakan APBD. Sebagai sebuah produk politik, anggaran
merefleksikan relasi politik antar aktor yang berkepentingan terhadap alokasi
sumber daya dengan pemerintah sebagai pemegang otoritas untuk melaksanakan
fungsi alokasi. Meski demikian seringkali yang terjadi relasi politik tersebut
belum mampu mengartikulasikan dan mengakomodasikan kepentingan masyarakat ke
dalam anggaran, bahkan yang terjadi justru semakin menjauh dari kepentingan
masyarakat (Krisnho Hadi (2006) dalam salahudin
(2012: 17).
Di Indonesia dalam beberapa hal tidak
dinafikan bahwa pendekatan pilihan publik sudah efektif dilakukan namun
sebagian besar masih sulit dicerna untuk dilaksanakan pada sektor publik.
Terlebih kencederungan atas pembedaan terkait dengan sektor publik dan sektor
privat yang makin menganga. Misalnya terkait masalah
kepemilikan barang publik, ini menjadi permasalahan tiada akhir yang melanda
dunia dan Indonesia. Pemahaman “Hitam putih” terhadap perbedaan antara sektor
public dengan sektor privat dari segi kepemilikan menjadi kurang valid dan
kurang relevan lagi akhir-akhir ini. Secara internasional dan nasional telah
terjadi gelombang “privatisasi” di lembaga dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
yang semula dimiki dan dikelola oleh pemerintah, sekarang berpindah sebagian
atau seluruh kepemlikannya ke sektor privat.
Kondisi serupa juga terjadi dilembaga pelayanan umum milik pemerintah
yang awalnya dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah, kemudian diperbolehkan
melakukan pelyanan bagi masyarakat dengan mengenakan harga komersial (I G Agung
Rai, 2008: 4).
Walaupun
Peter Drucker (1975) dalam I G Agung Rai,( 2008: 4) memberikan cara yang lebih
mudah untuk membedakan antara organisasi pelayanan ( service institution) dengan organisasi bisnis (business enterprise) sebagai berikut. Perbedaan mendasar antara
organisasi pelayanan dan organisasi bisnis dalam hal meperoleh pembayaran.
Organisasi bisnis, memperoleh pembayaran ketika mereka memproduksi barang yang
diinginkan konsumen dan yang bersedia ditukarkan konsumen dengan daya belinya,
sebaliknya, organisasi pelayanan pada umumnya mempeoleh dana dari alokasi
anggran, Pendapatan mereka dialokasikan dari bagian pendapatan umum yang tidak
terikat dengan apa yang mereka kerjakan, melainkan diperoleh dari pajak,
retribusi, atau hibah.
Komponen
Sektor Publik Menurut Government Finace Statisitc (GFS) Manual yang di
Keluarkan Oleh IMF (2001) dalam (I G Agung Rai, 2008: 8).
Perbedaan yang paling
mendasar antara mamanjemen sektor publik dan maanjemen sektor privat terletak
pada tingkat kepatuhan terhadap ketentuan atau peraturan yang berlaku dan
adanya unsur politik yang mendasari pengambilan keputusan. Ketentuan dan
peraturan tesebut dapat berupa peraturan yang ditetapkan oleh lembaga tinggi
negara yang berupa undang-undang dasar, undang-undang kebijakan pemerintah,
sampai dengan ketentuan dari para pelaksana pemerintahan mulai dari presiden,
gubernur, sampai dengan bupati beserta jajarannya.
Unsur politik yang
mendasari kebijakan manajemen pada sketor publik tidak terlepas dari interaksi
antara manjemen yang diwakili oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah
dengan legislatif yang merupakan wakil rakyat dan kekuatan politik yang ada
disuatu negara. Dengan, demikian pendekatan fungsi manajemen sektor publik agak
berbeda dengan pendekatan fungsi manajemen sektor privat yang biasanya
dihasilkan dari interaksi antara manajemen (direksi) dan pemilik prusahaan yang
diwakili oleh komisaris. Dasr keputusan manjemen sektor privat lebih banyak
didasarkan pada rasional ekonomi atau tingkat keuntungan yang ingin dicapai.
Proses
Manajemen Pada Organisasi Sektor Publik Prentice Hall (2000: 21 dalam I G Agung
Rai, 2008: 10)
Kemudian
salah satu contoh kasus misalnya terkait implikasi pendekatan teori public
choice terhadap kebijakan
insentif pajak dilaksanakan di
Indonesia. Untuk menjelaskan implikasi ini, terlebih dahulu harus diakui bahwa
masyarakat ekonomi kelas atas di Indonesia merupakan masyarakat
pencari rente ekonomi. Komponen rent
seeking society sangat menentukan dalam proses ekonomi Indonesia. Dalam
suasana seperti ini, maka sangatlah tidak
mungkin untuk mengharapkan
hadirnya insentif pajak yang mengabdikan
kepada pilihan publik
atau kepentingan publik jika
kebijakan insentif pajak ini
merugikan kepentingan para aktor yang
membentuk distributional coalition
dalam Indonesia’s rent-seeking society. Diperkirakan, deregulasi yang bertujuan
untuk menciptakan mekanisme pasar demi berlangsungnya pilihan publik dapat
diakomodasikan secara wajar dan optimal, akan mengalami halangan. Halangan akan
datang dari para aktor yang
membentuk jaringan mirip kartel
seperti yang dikemukakan Mancur Olson oleh karena
mekanisme pasar yang sebenarnya (genuine
market mechanism) akan
merugikan mereka. Kompetisi yang wajar yang berjalan atas dasar
informasi yang terbuka untuk semua orang, dan pelayanan yang
sama dari segi
undang-undang dan peraturan untuk semua orang, jelas merupakan penghalang
utama untuk kegiatan pencarian
rente-ekonomi. Implikasi kebijakan untuk
melaksanakan deregulasi ekonomi untuk tujuan pelayanan pilihan
publik yang maksimum mengandung pengertian penertiban
luar biasa terhadap perilaku
melembaga dalam masyarakat Indonesia.
Dan penertiban ini adalah meruapakan suatu program aksi yang
menyangkut rekonstruksi politik. Peraturan-peraturan yang transparan hanya
dapat efektif untuk menjamin berlangsungnya pilihan publik jika
terdapat suatu tatanan
politik yang betul-betul demokrtis di mana system cheks and balances
berjalan sehingga menimbulkan
tradisi kebijakan publik yang bersih (Prakosa, K. B. (2003: 24).
F. Kesimpulan
Pada dasarnya ekonomi sektor publik memainkan peran penting dalam
menyediakan dasar yang kuat untuk prinsip-prinsip umum manajemen sektor publik.
Ekonomi sektor publik memberikan kontribusi untuk desain lembaga fiskal dan
perumusan kebijakan publik. P.
M. Jackson
menyampaikan
bahwa ekonomi sektor publik dan manajemen sektor publik dua hal yang harus saling melengkapi satu sama lain.
Karena selama ini (birokrasi) tidak memiliki akses yang cukup untuk
ekonomi sektor publik.
Dengan hadirnya paradigm ekonomi dalam sektor publik mampu mengeksplorasi relevansi ekonomi
sektor publik dalam
menunjang pelaksanaan dan pengelolaan serta
pelayanan sektor
publik terutama pentingnya perspektif pilihan publik atau
aspirasi dan partipasi publik dalam kebijakan publik dan pengambilan keputusan
pada sektor publik.
Tidak hanya itu kehadiran public choice selain
untuk menciptakan alokasi sumber daya yang efisien dalam sektor publik, juga nantinya mampu minimalisasi
kegagalan birokrasi.
Namun dalam beberapa hal tidak dinafikan
bahwa sebagian besar masih sulit dicerna untuk dilaksanakan pada sektor public
di Indonesia. Terlebih kencederungan atas pembedaan terkait dengan sektor
publik dan sektor privat yang makin menganga terutama terkait masalah
kepemilikan barang publik.
Selain itu pendekatan
ini juga nantinya akan memunculkan proses politik berbagai aktor ekonomi yang berupaya untuk
mempertahankan dan meluaskan
kepentingan masing-masing yang banyak kejadian saling bertentangan. Dan
akhirnya aktor-aktor ekonomi yang kuat dan menguasai dana yang banyak dapat
melakukan kegiatan-kegiatan lobbying
untuk mempengaruhi para
pembuat undang-undang dan peraturan
dan terutama sekali dapat mempengaruhi para birokrat. Apalagi jika
diimplementasikan dalam negara berkembang kompetisi tersebut akan melahirkan
KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang luar biasa.
Daftar
Pustaka
Akbar, M. (2015). Penerapan Prinsip Prinsip New Public Management Dan Governance
Dalam Reformasi Administrasi. Reformasi, 5(2), 453-469. 23
Oktober 2015
Hakim, Z. (2006). Pengaruh Perubahan Regulasi Dalam Penyelenggaraan
Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung Di Kota Pekalongan Dan Kabupaten
Pemalang Tahun 2005 (Analisis Yuridis-Empiris Terhadap Undang Undang Nomor 32
Tahun 2004) (Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Hermawan, D. (2013). New
Public Management Dan Politik Birokrasi Dalam Reformasi Birokrasi Indonesia. Jurnal
Administratio, 4(2).
Kurnia, I. (2014). Perkembangan Diacronis Administrasi
Publik (Dari New Public Management Ke
Good Governance). Academica, 2(1). 23 Oktober 2015
Kuncoro, H. (2008).
Variansi Anggaran Dan Realisasi Anggaran Belanja Studi Kasus Pemerintah Daerah
Provinsi Dki Jakarta. Jurnal. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Mutiarin, Dyah., Et.al.
2014. Manajemen Birokrasi Dan Kebijakan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Maani K. 2013. Pergulatan Antara Ekonomi Dan
Politik Dalam Perspektif Public Choice. Prodi Ilmu Administrasi Negara,
Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang. Jurnal Tingkap Vol. IX No. 2 Th. 2013. Diakses pada 23 Oktober 2015
Prakosa, K. B. (2003).
Analisis Pengaruh Kebijakan Tax Holiday Terhadap Perkembangan Penanaman Modal
Asing Di Indonesia (Tahun 1970-1999). Economic Journal Of Emerging Markets,
8(1). 23 Oktober 2015
Rai, I. G. A. (2008). Audit
kinerja pada sektor publik: konsep, praktik, studi kasus. Penerbit Salemba.
23 Oktober 2015
Setiyono, B. (2007). Pemerintahan Dan Manajemen Sektor
Publik. 21
Oktober 2015 21 Oktober 2015
Salahudin.
2012. Korupsi Demokrasi dan Pembangunan
Daerah. Lembaga Anti Korupsi Pro Otonomi Daerah Bima, Dompu, Sumbawa
(LAPINDA BIDOS) NTB Bekerjasama dengan Buku Litera. Yogyakarta.
Sutrisno,
M. R. D. S. (2015). Inovasi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik (Studi Pada
Layanan Cetak Tiket Mandiri Di Stasiun Besar Malang). Jurnal Administrasi
Publik, 3(11), 1814-1820. 23 Oktober 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar