MENGKAJI
UNSUR DESENTRALISASI POLITIK (DEVOLUSI), DESENTRALISASI ADMINISTRATIF DAN
DESENTRLISASI FISKAL DALAM UNDANG-UNDANG OTONOMI DAERAH
1.
Unsur
Desentralisasi dalam UU Nomor 22 Tahun 1948
Menjelaskan bahwa Propinsi, Kabupaten (Kota besar) dan Desa (Kota kecil)
negeri, marga dan sebagainya, berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri (Pasal 1). Daerah-daerah yang mempunyai hak-hak, asal-usul dan dizaman
sebelum Republik Indonesia mempunyai pemerintahan sendiri yang bersifat
Istimewa dengan UU pembentukan yang dapat ditetapkan sebagai Daerah Istimewa
yang setingkat dengan Propinsi, Kabupaten atau Desa, yang berhak mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri.
a.
Unsur
Devolusi
Pada
dasanya merupakan wujud kongkrit dari desentralisasi politik (political decentralization)
(Rondinelli, 1981). Demikian yang disampaikan oleh Mas’ud Said, 2008) bahwa
Devolusi adalah dimana pemerintah pusat secara aktual menyerahkan kekuasaannya
kepada pemerintah daerah.
Dalam
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 belum terdapat unsur Devolusi karena dalam
Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa gubernur diangkat oleh Presiden, sedangkan Bupati/ Walikota diangkat oleh
menteri dalam negeri dari calon-calon yang diajukan DPRD setempat (pasal 18).
b.
Unsur
Desentralisasi Administrasi
Pada
dasarnya desentralisasi administratif adalah pelimpahan kewenangan,
tanggungjawab, dan sumber daya dari pusat kedaerah sebagai instrumen untuk
melaksanakan pelayanan publik. Maka adapun unsur desentralisasi adminstratif
dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 ialah:
1. Untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri maka Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah sebagai lembaga legislatif membuat peraturan yang kemudian dijalankan
oleh Kepala Daerah berkaitan dengan Kewajiban (pekerjaan) mana-mana saja yang
perlu dilakukan yang sebelumnya sudah ditentukan oleh pemerintah Pusat adapun
hal-hal yang menjadi urusan pusat adalah jawatan kereta api, pos dan telpon dan lain-lain, ialah
pekerjaan-pekerjaan yang dijalankan dari Pusat (sentral).
2. Hal-hal
yang dapat diserahkan kepada daerah terdapat dua rupa yaitu :
a. Penyerahan
penuh, artinya baik tentang azasnya (prinsip-prinsipnya) maupun tentang caranya
menjalankan kewajiban (pekerjaan) yang diserahkan itu, diserahkan semuanya
kepada daerah (hak otonomi) dan,
b. Penyerahan
tidak penuh, artinya penyerahan hanya mengenai caranya menjalankan saja, sedang princip-principnya
(azas-azasnya) ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sendiri (hak medewind). Hak medebewind ini hendaknya jangan diartikan
sempit, yaitu hanya menjalankan perintah dari atas saja, oleh karena pemerintah
daerah berhak mengatur caranya menjalankan menurut pendapatannya sendiri, jadi
masih mempunyai hak otonomi, sekalipun hanya mengenai cara menjalankan saja.
Tetapi cara menjalankan ini bisa besar
artinya bagi tiap-tiap daerah.
c.
Unsur Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi fiskal merupakan pemberian kewenangan
kepada daerah untuk menggali sumber-sumber pendapatan, hak untuk menerima
transfer dari pemerintah yang lebih tinggi, dan menentukan belanja rutin dan
investasi.
Maka Supaya daerah yang diberi hak mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri itu bisa bekerja dengan baik dan sedapat
mungkin dapat memenuhi kebutuhan maka
pendapatan daerah itu disusun dengan sebaik-baiknya. Penyerahan kewajiban dari
Pusat ke Daerah harus disertai dengan biaya yang dapat memungkinkan. Sumber
pendapatan harus bisa menjamin berjalannya rumah tangga dengan baik. Maka
sumber pendapatan tersebut diatur dalam
pasal 37, yaitu dari pajak daerah, hatsil perusahaan, penyerahan hasil pajak
Negeri sebagaian atau semua, dan lain-lain pula.
2.
Unsur
Desentralisasi dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957
Dalam
undang-undang ini dijelaskan bahwa Indonesia memiliki dua jenis daerah
berotonomi yaitu daerah otonomi biasa yang disebut sebagai daerah swantantra
dan Daerah Otonomi Khsusus yang disebut sebagai daerah Istimewa. Masing-masing
daerah berotonomi tersebut memiliki tiga tingkatan dan nomenklatur yang
berbeda- beda yaitu Daerah tingkat I/Kotapraja Jakarta Raya dan Daerah Istimewa
tingkat I, Daerah tingkat II /Kota Praja dan Daerah Istimewa Tingkat II, Daerah
tingkat III/Daerah Swatantra Tingkat III dan Daerah Istimewa Tingkat III.
a. Unsur
Devolusi
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1957 belum ada unsur devolusi
dikarenakan Kepala daerah dipilih oleh DPRD dengan syarat-syarat tertentu dan
disahkan oleh Presiden untuk kepala Daerah dari tingkat ke I atau Menteri dalam
Negeri atau penguasa yang ditunjuk olehnya untuk kepala daerah tingkat II dan
tingkat III.
b. Unsur
Desentralisasi Fiskal
a. Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah berhak mengadakan pajak Daerah. dan retribusi Daerah.
b. Kepada
Daerah dapat diberikan: penerimaan-penerimaan pajak Negara untuk sebagian atau
seluruhnya, ganjaran, subsidi dan sumbangan.
c. Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah berhak mengadakan perusahaan Daerah
3. Unsur Desentralisasi Undang-undang
Nomor 18 tahun 1965
Menurut
Undang-Undang ini secara umum Indonesia hanya mengenal satu jenis Daerah
otonomi. Daerah otonomi tersebut dibagi menjadi tingkatan daerah. Dimana
tingkat 1 Provinsi/Kota Raya, tingkat II Kabupaten/Kotamadya, Tingkat III
Kecamatan/Kotapraja.
a. Unsur
Devolusi
Dalam undang-undang tersebut belum
terdapat unsur devolusi didalamnya karena Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah
serta anggota BPH diangkat dan diberhentikan oleh:
a. Presiden
bagi Daerah Tingkat 1
b. Menteri
Dalam Negeri dengan persetujuan Presiden bagi daerah tingkat II
c. Kepala
Daerah tingkat I dengan persetujuan Menteri dalam Negeri bagi Daerah Tingkat
III yang ada dalam Daerah tingkat I
b. Unsur
Desentralisasi Fiskal
a. Sumber-sumber
keuangan Daerah ialah: hasil perusahaan Daerah dan sebagian hasil Perusahaan
Negara; pajak-pajak Daerah; retribusi Daerah; pajak Negara yang diserahkan
kepada Daerah; bagian dari hasil pajak Pemerintah Pusat; pinjaman; dan
lain-lain hasil usaha yang sesuai dengan kepribadian Nasional.
b. Dengan
Undang-undang kepada Daerah dapat: diserahkan pajak Negara; diberikan sebagian
atau seluruh penerimaan pajak Negara; diberikan sebagian dari pendapatan bea
dan cukai; diberikan sebagian dari hasil Perusahaan Negara; diberikan ganjaran
subsidi dan sumbangan.
4. Unsur Desentralisasi dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun
1974
a. Unsur
Devolusi
Tidak
ada unsur devolusi karena:
1. Kepala
Daerah Tingkat I dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang
calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam Negeri.
2. Hasil
pemilihan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diajukan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang bersangkutan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri
sedikit-dikitnya dua (2) orang untuk diangkat salah seorang diantaranya.
3. Kepala
Daerah Tingkat II dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang
calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-Fraksi dengan Gubernur Kepala Daerah.
4. Hasil
pemilihan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diajukan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang bersangkutan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur
Kepala Daerah sedikit-dikitnya 2 (dua) orang untuk diangkat salah seorang
diantaranya.
b. Unsur
Desentralisasi Fiskal
a.
pendapatan Asli Daerah sendiri, yang
terdiri dari: hasil Pajak Daerah; hasil Retribusi Daerah; hasil Perusahaan
Daerah; lain-lain hasil usaha Daerah yang sah.
b.
pendapatan berasal dari pemberian
Pemerintah yang terdiri dari: sumbangan dari Pemerintah; sumbangan-sumbangan
lain, yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
c.
lain-lain pendapatan yang sah.
5.
UU
Nomor 22 Tahun 1999:
Sejak Suharto
turun dari kursi kepresidenan, dinamika politik Indonesia memasuki era baru.
Dalam waktu yang relatif singkat, Indonesia mengalami desentralisasi secara
besar-besaran. Di satu sisi efeknya, selain terjadi terjadi desentralisasi
kekuasaan dari tangan lembaga presiden kepada lembaga-lembaga tinggi negara
lainnya dimna berbagai lembaga-lembaga tinggi negara terutama DPR akhirnya
memiliki kekuasaan yang relatif besar untuk mengendalikan proses pengambilan
kebijakan di tingkat Nasional juga terjadi desentralisasi otoritas politik dan
Administrasi dari pusat ke daerah yakni pelaku politik seperti pemerintah Daerah,
politik lokal, organisasi non pemerintah, dan elite lokal sering jadi immune terhadap intervensi dari pusat.[1]
a. Unsur
Devolusi
b. DPRD
mempunyai tugas dan wewenang DPRD mempunyai tugas dan wewenang memilih
Gubernur/Wakil Gubernur untuk DPRD Provinsi , Bupati/Wakil Bupati, dan
Walikota/Wakil Walikota untuk DPRD Kabupaten/Kota
c.
memilih anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat dari Utusan Daerah
d.
mengusulkan pengangkatan dan
pemberhentian Gubernur/ Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, atau Walikota/
Wakil Walikota
6. UU
Nomor 32 Tahun 2004
a. Kepala
daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang
dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, dan adil.
b. Pasangan
calon diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
c. Pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh KPUD yang
bertanggungjawab kepada DPRD.
7. UU
Nomor 23 Tahun 2014
A. Desentralisasi Fiskal
1. UU
Nomor 22Tahun 1999
a. pendapatan
asli Daerah, yaitu : hasil pajak Daerah; hasil retribusi Daerah; hasil
perusahaan milik Daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan;
dan lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah; dana perimbangan; pinjaman
Daerah; dan lain-lain pendapatan Daerah yang sah.
b. Dana
perimbangan, sebagaimana dimaksud: bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber
daya alam; dana alokasi umum; dan dana alokasi khusus.
2. UU
Nomor 32 Tahun 2004
Tentang
keuangan daerah diatur sendiri didalam UU Nomor 33 Tahun 2004:
a. PAD
bersumber dari: Pajak Daerah; Retribusi Daerah; hasil pengelolaan kekayaan
Daerah yang dipisahkan; dan lain-lain PAD yang sah.
b. Dana
Perimbangan terdiri atas: Dana Bagi Hasil; Dana Alokasi Umum; dan Dana Alokasi
Khusus.
3. UU
Nomor 23 Tahun 2014:
a. pemberian
sumber penerimaan Daerah berupa pajak daerah dan retribusi daerah;
b. pemberian
dana bersumber dari perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
c. pemberian
dana penyelenggaraan otonomi khusus untuk Pemerintahan Daerah tertentu yang
ditetapkan dalam undang-undang; dan
d. pemberian
pinjaman dan/atau hibah, dana darurat, dan insentif (fiskal).
B.
Desentralisasi
Administrasi
1. UU
Nomor 22 Tahun 1948:
a. pemerintahan
daerah yang bersandarkan hak otonomi dan medebewind dengan diberi batasbatasnya
kekuasaan oleh Pemerintah,.
b. kewajiban
(pekerjaan) Pemerintah Pusat sendiri diluar pemerintahan daerah, misalnya
jawatan kereta api, pos dan telepon dan lain-lain, ialah pekerjaan-pekerjaan
yang dijalankan dari Pusat (sentral) ke daerah-daerah oleh Pemerintah sendiri,
(belum atau tidak diserahkan kepada Daerah).
c. Didalam
Undang-undang ini tidak disebutkan macam-macam kewajiban Pemerintah yang
diserahkan kepada daerah baik berupa hak otonomi maupun hak medebewind, oleh
karena penyerahan serupa itu memerlukan tempo.
2. UU
Nomor 1 Tahun 1957:
a.
3. UU
Nomor 18 Tahun 1965:
a.
4. UU
Nomor 5 Tahun 1974:
5. UU
Nomor 22 Tahun 1999:
Pekerjaan umum,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan
perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan
tenaga kerja.
6. UU
Nomor 32 Tahun 2004
a.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan
pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang
meliputi: perencanaan dan pengendalian pembangunan; perencanaan, pemanfaatan,
dan pengawasan tata ruang; penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat; penyediaan sarana dan
prasarana umum; penanganan bidang kesehatan; penyelenggaraan pendidikan dan
alokasi sumber daya manusia potensial; penanggulangan masalah sosial lintas
kabupaten/kota; pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas
kabupaten/kota; pengendalian lingkungan hidup;
pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; pelayanan
kependudukan, dan catatan sipil.
b.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan
pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala
kabupaten/kota meliputi: perencanaan dan pengendalian pembangunan; perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata
ruang; penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; penyediaan
sarana dan prasarana umum; penanganan bidang kesehatan; penyelenggaraan
pendidikan; penanggulangan masalah sosial; pelayanan bidang ketenagakerjaan;
fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; pengendalian
lingkungan hidup; pelayanan pertanahan.
c.
Urusan pilihan meliputi sektor kelautan,
pertanian, wilayah strategis dan pariwisata.
7. UU
Nomor 23 Tahun 2014:
Urusan
Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi: pendidikan; kesehatan; pekerjaan
umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan permukiman; ketenteraman,
ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan sosial.
C.
Karakter
Otonomi
1. UU
Nomor 22 Tahun 1948
Karakter
otonomi materil (materiele
huishoudingsleer)
2. UU
Nomor 1 Tahun 1957
Karakter
otonomi rill (reele houishoudingsbegrip)
3. UU
Nomor 18 Tahun 1965
Karakter
otonomi yang seluas-luasnya diganti dengan otonomi nyata
4. UU
Nomor 5 Tahun 1974
Karakter
otonomi nyata dan bertanggung jawab
5. UU
Nomor 22 Tahun 1999
Karakter
otonomi kewenangan
6. UU
Nomor 32 Tahun 2004
Karakter
otonomi urusan wajib dan pilihan
7. UU
Nomor 23 Tahun 2014
Karakter
Otonomi urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren dan urusan
pemerintahan umum.
[1]
Henk Schulte Nordholt dan Gerry Van Klinken.2014. Politik Lokal di Indonesia. Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan
KTTLV. Jakarta. hal: ix
Tidak ada komentar:
Posting Komentar