Minggu, 13 November 2016

POLITIK OTONOMI DAERAH


MENGKAJI UNSUR DESENTRALISASI POLITIK (DEVOLUSI), DESENTRALISASI ADMINISTRATIF DAN DESENTRLISASI FISKAL DALAM UNDANG-UNDANG OTONOMI DAERAH

 
1.      Unsur Desentralisasi dalam UU Nomor 22 Tahun 1948
     Menjelaskan bahwa Propinsi, Kabupaten (Kota besar) dan Desa (Kota kecil) negeri, marga dan sebagainya, berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (Pasal 1). Daerah-daerah yang mempunyai hak-hak, asal-usul dan dizaman sebelum Republik Indonesia mempunyai pemerintahan sendiri yang bersifat Istimewa dengan UU pembentukan yang dapat ditetapkan sebagai Daerah Istimewa yang setingkat dengan Propinsi, Kabupaten atau Desa, yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
a.       
 Unsur Devolusi
Pada dasanya merupakan wujud kongkrit dari desentralisasi politik (political decentralization) (Rondinelli, 1981). Demikian yang disampaikan oleh Mas’ud Said, 2008) bahwa Devolusi adalah dimana pemerintah pusat secara aktual menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah daerah.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 belum terdapat unsur Devolusi karena dalam Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa gubernur diangkat oleh Presiden,  sedangkan Bupati/ Walikota diangkat oleh menteri dalam negeri dari calon-calon yang diajukan DPRD setempat (pasal 18).
b.       
Unsur Desentralisasi Administrasi
Pada dasarnya desentralisasi administratif adalah pelimpahan kewenangan, tanggungjawab, dan sumber daya dari pusat kedaerah sebagai instrumen untuk melaksanakan pelayanan publik. Maka adapun unsur desentralisasi adminstratif dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 ialah:
1.      Untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai lembaga legislatif membuat peraturan yang kemudian dijalankan oleh Kepala Daerah berkaitan dengan Kewajiban (pekerjaan) mana-mana saja yang perlu dilakukan yang sebelumnya sudah ditentukan oleh pemerintah Pusat adapun hal-hal yang menjadi urusan pusat adalah jawatan kereta api, pos  dan telpon dan lain-lain, ialah pekerjaan-pekerjaan yang dijalankan dari Pusat (sentral).
2.      Hal-hal yang dapat diserahkan kepada daerah terdapat dua rupa yaitu :
a.       Penyerahan penuh, artinya baik tentang azasnya (prinsip-prinsipnya) maupun tentang caranya menjalankan kewajiban (pekerjaan) yang diserahkan itu, diserahkan semuanya kepada daerah (hak otonomi) dan,
b.      Penyerahan tidak penuh, artinya penyerahan hanya mengenai caranya  menjalankan saja, sedang princip-principnya (azas-azasnya) ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sendiri (hak medewind).  Hak medebewind ini hendaknya jangan diartikan sempit, yaitu hanya menjalankan perintah dari atas saja, oleh karena pemerintah daerah berhak mengatur caranya menjalankan menurut pendapatannya sendiri, jadi masih mempunyai hak otonomi, sekalipun hanya mengenai cara menjalankan saja. Tetapi cara menjalankan  ini bisa besar artinya bagi tiap-tiap daerah.

c.       Unsur Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi fiskal merupakan pemberian kewenangan kepada daerah untuk menggali sumber-sumber pendapatan, hak untuk menerima transfer dari pemerintah yang lebih tinggi, dan menentukan belanja rutin dan investasi.
Maka Supaya daerah yang diberi hak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri itu bisa bekerja dengan baik dan sedapat mungkin dapat  memenuhi kebutuhan maka pendapatan daerah itu disusun dengan sebaik-baiknya. Penyerahan kewajiban dari Pusat ke Daerah harus disertai dengan biaya yang dapat memungkinkan. Sumber pendapatan harus bisa menjamin berjalannya rumah tangga dengan baik. Maka sumber pendapatan tersebut diatur  dalam pasal 37, yaitu dari pajak daerah, hatsil perusahaan, penyerahan hasil pajak Negeri sebagaian atau semua, dan lain-lain pula.



2.      Unsur Desentralisasi dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957
Dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa Indonesia memiliki dua jenis daerah berotonomi yaitu daerah otonomi biasa yang disebut sebagai daerah swantantra dan Daerah Otonomi Khsusus yang disebut sebagai daerah Istimewa. Masing-masing daerah berotonomi tersebut memiliki tiga tingkatan dan nomenklatur yang berbeda- beda yaitu Daerah tingkat I/Kotapraja Jakarta Raya dan Daerah Istimewa tingkat I, Daerah tingkat II /Kota Praja dan Daerah Istimewa Tingkat II, Daerah tingkat III/Daerah Swatantra Tingkat III dan Daerah Istimewa Tingkat III.
a.       Unsur Devolusi
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957  belum ada unsur devolusi dikarenakan Kepala daerah dipilih oleh DPRD dengan syarat-syarat tertentu dan disahkan oleh Presiden untuk kepala Daerah dari tingkat ke I atau Menteri dalam Negeri atau penguasa yang ditunjuk olehnya untuk kepala daerah tingkat II dan tingkat III.
b.      Unsur Desentralisasi Fiskal
a.       Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berhak mengadakan pajak Daerah. dan retribusi Daerah.
b.      Kepada Daerah dapat diberikan: penerimaan-penerimaan pajak Negara untuk sebagian atau seluruhnya, ganjaran, subsidi dan sumbangan.
c.       Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berhak mengadakan perusahaan Daerah

3.      Unsur Desentralisasi Undang-undang Nomor 18 tahun 1965
Menurut Undang-Undang ini secara umum Indonesia hanya mengenal satu jenis Daerah otonomi. Daerah otonomi tersebut dibagi menjadi tingkatan daerah. Dimana tingkat 1 Provinsi/Kota Raya, tingkat II Kabupaten/Kotamadya, Tingkat III Kecamatan/Kotapraja.
a.       Unsur Devolusi
Dalam undang-undang tersebut belum terdapat unsur devolusi didalamnya karena Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah serta anggota BPH diangkat dan diberhentikan oleh:
a.       Presiden bagi Daerah Tingkat 1
b.      Menteri Dalam Negeri dengan persetujuan Presiden bagi daerah tingkat II
c.       Kepala Daerah tingkat I dengan persetujuan Menteri dalam Negeri bagi Daerah Tingkat III yang ada dalam Daerah tingkat I
b.      Unsur Desentralisasi Fiskal
a.       Sumber-sumber keuangan Daerah ialah: hasil perusahaan Daerah dan sebagian hasil Perusahaan Negara; pajak-pajak Daerah; retribusi Daerah; pajak Negara yang diserahkan kepada Daerah; bagian dari hasil pajak Pemerintah Pusat; pinjaman; dan lain-lain hasil usaha yang sesuai dengan kepribadian Nasional.
b.      Dengan Undang-undang kepada Daerah dapat: diserahkan pajak Negara; diberikan sebagian atau seluruh penerimaan pajak Negara; diberikan sebagian dari pendapatan bea dan cukai; diberikan sebagian dari hasil Perusahaan Negara; diberikan ganjaran subsidi dan sumbangan.

4.      Unsur  Desentralisasi dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
a.       Unsur Devolusi
Tidak ada unsur devolusi karena:
1.      Kepala Daerah Tingkat I dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam Negeri.
2.      Hasil pemilihan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri sedikit-dikitnya dua (2) orang untuk diangkat salah seorang diantaranya.
3.      Kepala Daerah Tingkat II dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-Fraksi dengan Gubernur Kepala Daerah.
4.      Hasil pemilihan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Kepala Daerah sedikit-dikitnya 2 (dua) orang untuk diangkat salah seorang diantaranya.
b.      Unsur Desentralisasi Fiskal
a.          pendapatan Asli Daerah sendiri, yang terdiri dari: hasil Pajak Daerah; hasil Retribusi Daerah; hasil Perusahaan Daerah; lain-lain hasil usaha Daerah yang sah.
b.         pendapatan berasal dari pemberian Pemerintah yang terdiri dari: sumbangan dari Pemerintah; sumbangan-sumbangan lain, yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
c.          lain-lain pendapatan yang sah.

5.         UU Nomor 22 Tahun 1999:
Sejak Suharto turun dari kursi kepresidenan, dinamika politik Indonesia memasuki era baru. Dalam waktu yang relatif singkat, Indonesia mengalami desentralisasi secara besar-besaran. Di satu sisi efeknya, selain terjadi terjadi desentralisasi kekuasaan dari tangan lembaga presiden kepada lembaga-lembaga tinggi negara lainnya dimna berbagai lembaga-lembaga tinggi negara terutama DPR akhirnya memiliki kekuasaan yang relatif besar untuk mengendalikan proses pengambilan kebijakan di tingkat Nasional juga terjadi desentralisasi otoritas politik dan Administrasi dari pusat ke daerah yakni pelaku politik seperti pemerintah Daerah, politik lokal, organisasi non pemerintah, dan elite lokal sering jadi immune terhadap intervensi dari pusat.[1]
a.       Unsur Devolusi
b.      DPRD mempunyai tugas dan wewenang DPRD mempunyai tugas dan wewenang memilih Gubernur/Wakil Gubernur untuk DPRD Provinsi , Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota untuk DPRD Kabupaten/Kota
c.          memilih anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dari Utusan Daerah
d.         mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/ Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, atau Walikota/ Wakil Walikota

6.      UU Nomor 32 Tahun 2004
a.       Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
b.      Pasangan calon diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik.
c.       Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah diselenggarakan oleh KPUD yang bertanggungjawab kepada DPRD.
7.      UU Nomor 23 Tahun 2014

A.    Desentralisasi Fiskal
1.      UU Nomor  22Tahun 1999
a.       pendapatan asli Daerah, yaitu : hasil pajak Daerah; hasil retribusi Daerah; hasil perusahaan milik Daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah; dana perimbangan; pinjaman Daerah; dan lain-lain pendapatan Daerah yang sah.
b.      Dana perimbangan, sebagaimana dimaksud: bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam; dana alokasi umum; dan dana alokasi khusus.
2.      UU Nomor 32 Tahun 2004
Tentang keuangan daerah diatur sendiri didalam UU Nomor 33 Tahun 2004:
a.       PAD bersumber dari: Pajak Daerah; Retribusi Daerah; hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan lain-lain PAD yang sah.
b.      Dana Perimbangan terdiri atas: Dana Bagi Hasil; Dana Alokasi Umum; dan Dana Alokasi Khusus.
3.      UU Nomor 23 Tahun 2014:
a.       pemberian sumber penerimaan Daerah berupa pajak daerah dan retribusi daerah;
b.      pemberian dana bersumber dari perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
c.       pemberian dana penyelenggaraan otonomi khusus untuk Pemerintahan Daerah tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang; dan
d.      pemberian pinjaman dan/atau hibah, dana darurat, dan insentif (fiskal).

B.     Desentralisasi Administrasi
1.      UU Nomor 22 Tahun 1948:
a.     pemerintahan daerah yang bersandarkan hak otonomi dan medebewind dengan diberi batasbatasnya kekuasaan oleh Pemerintah,.
b.    kewajiban (pekerjaan) Pemerintah Pusat sendiri diluar pemerintahan daerah, misalnya jawatan kereta api, pos dan telepon dan lain-lain, ialah pekerjaan-pekerjaan yang dijalankan dari Pusat (sentral) ke daerah-daerah oleh Pemerintah sendiri, (belum atau tidak diserahkan kepada Daerah).
c.     Didalam Undang-undang ini tidak disebutkan macam-macam kewajiban Pemerintah yang diserahkan kepada daerah baik berupa hak otonomi maupun hak medebewind, oleh karena penyerahan serupa itu memerlukan tempo.
2.      UU Nomor 1 Tahun 1957:
a.        
3.      UU Nomor 18 Tahun 1965:
a.        
4.      UU Nomor 5 Tahun 1974:
5.      UU Nomor 22 Tahun 1999:
Pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja.
6.      UU Nomor 32 Tahun 2004
a.    Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi: perencanaan dan pengendalian pembangunan; perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;  penyediaan sarana dan prasarana umum; penanganan bidang kesehatan; penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota; pengendalian lingkungan hidup;  pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; pelayanan kependudukan, dan catatan sipil.
b.    Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi: perencanaan dan pengendalian pembangunan;  perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; penyediaan sarana dan prasarana umum; penanganan bidang kesehatan; penyelenggaraan pendidikan; penanggulangan masalah sosial; pelayanan bidang ketenagakerjaan; fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; pengendalian lingkungan hidup; pelayanan pertanahan.
c.    Urusan pilihan meliputi sektor kelautan, pertanian, wilayah strategis dan pariwisata.
7.      UU Nomor 23 Tahun 2014:
Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar  meliputi: pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan permukiman; ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan sosial.

C.    Karakter Otonomi
1.      UU Nomor 22 Tahun 1948
Karakter otonomi materil (materiele huishoudingsleer)
2.      UU Nomor 1 Tahun 1957
Karakter otonomi rill (reele houishoudingsbegrip)
3.      UU Nomor 18 Tahun 1965
Karakter otonomi yang seluas-luasnya diganti dengan otonomi nyata
4.      UU Nomor 5 Tahun 1974
Karakter otonomi nyata dan bertanggung jawab
5.      UU Nomor 22 Tahun 1999
Karakter otonomi kewenangan
6.      UU Nomor 32 Tahun 2004
Karakter otonomi urusan wajib dan pilihan
7.      UU Nomor 23 Tahun 2014
Karakter Otonomi urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren dan urusan pemerintahan umum.






[1]  Henk Schulte Nordholt dan Gerry Van Klinken.2014. Politik Lokal di Indonesia. Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan KTTLV. Jakarta. hal: ix

Tidak ada komentar:

Posting Komentar