Senin, 21 November 2016

UPAYA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENANGANI KONFLIK SOSIAL ANTARA SUKU AMBALAU DAN SUKU KAYELI DI AREA PERTAMBANGAN KABUPATEN BURU (Studi Kabupaten Buru)


UPAYA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENANGANI KONFLIK SOSIAL ANTARA SUKU AMBALAU DAN SUKU KAYELI DI AREA PERTAMBANGAN KABUPATEN BURU
(Studi Kabupaten Buru)


                                                                             BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan manusia yang mempunyai karateristik yang beragam. Manusia memiliki perbedaan jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi, sistem hukum, bangsa, suku, agama, kepercayaan, aliran politik serta budaya dan tujuan hidupnya. Dalam sejarah umat manusia, perbedaan inilah yang selalu menimbulkan konflik. Selama masih ada perbedaan tersebut, konflik tidak dapat dihindari dan selalu akan terjadi. Dari sini, ada benarnya jika sejarah umat manusia merupakan sejarah konflik.Konflik selalu terjadi di dunia. Dalam sistem sosial yang bernama negara, bangsa, organisasi, perusahaan dan bahkan dalam sistem sosial terkecil bernama keluarga dan pertemanan. Konflik terjadi di masa lalu, sekarang dan pasti akan terjadi di masa yang akan datang[1].
Konflik juga terjadi karena masalah ekonomi atau penghidupan masyarakat. Misalnya konflik terjadi antara petani dan Perusahaan Perkebunan atau Departemen Kehutanan dan Lembaga Pemerintah-Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengenai tanah pertanian. Konflik juga terjadi antara kelompok masyarakat yang satu dan lainnya. Misalnya, di kota-kota besar, konflik karena memperebutkan lahan parkir dan penguasa pasar oleh para preman sering terjadi[2].
Orang memiliki kebutuhan yang berbeda satu sama lain atau mempunyai kebutuhan yang sama mengenai sesuatu yang terbatas jumlahnya. Kebutuhan mrerupakan pendorong terjadinya perilaku manusia. Jika kebutuhan orang diabaikan atau terlambat, maka bisa memicu terjadinya konflik. Demokratisasi disertai dengan liberalisasi kehidupan merupakan penyebab lain yang meningkatkan terjadinya konflik di Indonesia. Demokrasi merupakan sistem yang menghargai kebebasan berserikat, berpendapat dan tampil beda. Demokrasi telah menciptakan masyarakat yang pluralistik. Dalam masyarakat pluralistik, kemungkinan terjadinya konflik tinggi. Agar konflik yang terjadi dapat diselesaikan dengan baik, dalam sistem demokrasi tersedia mekanisme menyelesaikan konflik, yaitu pemungutan suara (voting) dan pelaksaan hukum tanpa pandang bulu[3].
            Konflik ekonomi biasa terjadi antara warga masyarakat dan pemerintah pusat atau PEMDA. Sebagai contoh, konflik mengenai pertambangan emas, timah atau penggalian pasir. Di Jawa Barat, banyak pertambangan emas rakyat, gurandil, yang menggali emas di lokasi PT Aneka Tambang. Umumnya, penambang ini tidak mempunyai ijin pertambangan dan mencemari air. Di samping itu, banyak terjadi gurandil yang terkubur oleh lubang-lubang galian emas yang rontok. Pemerintah melarang mereka, tetapi para gurandil tetap melakukan penambangan. Di Propinsi Bangka dan Belitung, rakyat melakukan penambangan timah yang tidak berizin.Penambang ini menimbulkan kerusakan lingkungan karena menimbulkan rawan berupa cekungan-cekungan tanah berisi air yang membuat tanah tidak dapat direklamasi[4].
Pada dasarnya Luas wilayah izin pertambangan rakyat yang diberikan kepada masyarakat diatur dalam pasal 13 dan 17 peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01 P/201/M.PE1986 tentang Pedoman Pengelolaan Pertambangan Rakyat Bahan Galian Strategis dan Vital (Golongan A dan B). Dalam Pasal 13 diatur tentang luas maksimal wilayah pertambangan rakyat yang diberikan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat dan luas wilayah pertambangan sungai[5].
            Luas maksimal satu wilayah pertambangan rakyat adalah 15 hektare. Sementara itu, luas wilayah pertambangan sungai cukup diukur atau ditetapkan menurut panjang dan lebar sungai. Sementara itu, dalam pasal 17 Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01 P/201/M.PE1986 tentang Pedoman Pengelolaan Pertambangan Rakyat Bahan Galian Strategis dan Vital (Golongan A dan B) diatur tantang luas wilayah untuk: satu izin pertambangan rakyat; perorangan; kelompok masyarakat; dan koperasi.[6].
            Dalam Pasal 5 ayat (4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan diatur tentang jangka waktu izin pertambangan rakyat. Dalam ketentuan itu ditentukan bahwa izin pertambangan rakyat diberikan untuk jangka waktu paling lama lima tahun. Jika diperlukan, izin tersebut dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama. Jangka waktu yang diberikan kepada pemegang izin pertambangan tidak terbatas. Namun di Indonesia banyak pertambangan yang tidak memiliki izin atau illegal yang sesuai dengan prosedur yang dijelaskan dalam undang-undang dan Peraturan Menteri.
Beberapa kasus pertambangan illegal sudah banyak yang terjadi misalnya pada wilayah Propinsi Kalimantan Barat, Kecamatan Mandor[7], kemudian daerah pesisir sungai Kapuas, wilayah yang dijadikan tempat pertambangan mulai dari Hulu sungai sampai ke hilir sungai tersebut, bahkan para penambang terus menambang emas sampai ke anakan sungai tersebut. Disepanjang sungai ini setidaknya sudah ada 2.000 mesin Diesel yang sudah mencemari sungai hingga anak-anakannya. Jumlah pekerja diperkirakan mencapai lebih dari 10 ribu orang yang terbagi dalam 1.400-an kelompok penambang. Ironisnya, mayoritas penambang itu tak berizin alias penambang liar. Para penambang itu umumnya berpindah-pindah. Pasalnya, cadangan emas Kapuas diduga menipis setelah dikeruk massal pasca krisis moneter 1997.
Meski ilegal, aksi para penambang ini bisa tetap berlangsung bertahun-tahun. Para penambang mengaku sudah membayar uang keamanan kepada aparat yang setiap bulan datang mengunjungi kamp-kamp penambangan.Pemerintah Daerah setempat seperti tak berdaya.Yang bisa dilakukan hanya sebatas mendata keberadaan para penambang. Di tempat inilah para penambang liar seperti merasa mendapatkan lahan ladang yang paling subur untuk dijadikan tempat pengerukan kekayaan alam, dan bahkan kejadian ini telah terjadi bertahun-tahun tanpa pernah terdengar suara akan ada pihak yang bertanggung jawab jika suatu saat akan ada dampak berbahaya yang terjadi. Bahkan para penambang ini menggunakan metode penambangan tidak lagi menggunakan cara tradisional melainkan dengan mesin Jet yang menyedot air dan pasir untuk dibuang ke permukaan tanah menambah rusaknya struktur lingkungan[8].
Tidak terkecuali juga kondisi yang terjadi di Kabupaten Buru. Tambang emas pertama kali ditemukan pada bulan November 2011 oleh Yono seorang petani SP 2, Desa Debowae Kecamatan Waeapo. Temuan tersebut pertama kali diketahuinya lewat mimpi, kemudian bersama tiga rekannya yaitu Saing Bugis, Lalaban Bugis, dan Susiono, menuju lokasi Sungai Anoni Dusun Wamsait, Desa Dafa dan selama empat hari mendulang mereka berhasil mendapatkan empat gram emas murni. Lokasi tersebut ditempati masyarakat marga adat Besan, Wael dan Nurlatu dan berada di wilayah Petuanan Kayeli. Masyarakat sekitar mulai datang ke lokasi untuk mendulang dan dipungut biaya sebesar 100 ribu per orang oleh marga adat[9].
Dalam perjalanannya timbul sengketa di antara para pemungut karcis masuk yaitu antara marga adat Wael dan Besan, sehingga lokasi tambang emas di tutup sementara waktu untuk mengantisipasi konflik antara marga tersebut. Timbul tuntutan dari masyarakat adat untuk di buka kembali lahan tambang emas dan pada tanggal 31 Desember 2011 diadakan pertemuan antara bupati dengan masyarakat adat dan diberi kesempatan dibuka, hanya untuk masyarakat lokal/adat sampai tanggal 2 Februari 2012 (akhir jabatan bupati). Tidak ada dasar hukum untuk penambangan. Pada akhir Januari tanggal 22 penambang liar mencapai jumlah fatastik15 ribu penambang. Dan terjadi dampak sosial ekonomi.Naiknya harga sembako, perubahan pola profesi, kerusakan lingkungan, ganguan KAMTIBMAS.
Pada tanggal 7 Februari 2012 bupati bersama seluruh kepala soa/adat melaksanakan pertemuan di Kec.Waeapo yang di hadiri seluruh muspidah dan anggota DPRD Kabupaten Buru dan disepakai pada tanggal 13 Februari untuk sementara lokasi tamban ditutup dari kegiatan penambangan untuk mencegah meluasnya dampak sosial serta akan diatur dan diproses perjanjiannya. Pada tanggal 8 Februari s/d 11 Februari 2012 kegiatan sosialisasi dan hibauan kepada para penambang untuk segera turun dari lokasi. Tanggal 13 Februari 2012 di laksanakan penertiban oleh gabungan PEMDA, POLRI dan TNI terhadap para penambang untuk turun dari lokasi tambang emas. Masih ada masyarakat adat yang belum sepakat.
Dalam hal ini pemerintah tetap mempunyai peran yang paling besar, oleh karena itu untuk menjaga agar alam yang sudah rusak dan terganggu keseimbangannya ini agar tidak menjadi semakin rusak, diperlukan ketegasan dari pihak pemerintah selaku regulator untuk menerbitkan peraturan yang bisa mencegah terjadinya PETI menindak para pelaku PETI terutama para cukong atau pemilik modal karena tanpa pemilik modal para penambang tidak akan bisa bekerja serta diperlukan kesadaran dari para pelaku PETI[10] bahwa apa yang mereka lakukan hanya mendatangkan sedikit keuntungan bagi mereka tetapi mendatangkan kerugian yang besar bagi alam dan manusia yang efeknya bisa berlangsung bertahun-tahun bahkan berpuluh tahun[11].

B.     Fokus Penelitian
1.      Konflik pengelolaan tambang emas di Kabupaten Buru.
2.      Upaya Pemerintah Daerah Dalam Mengatasi Konflik di areal Pertambangan.

C.    Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas peneliti mencoba melakukan penelitian untuk mengetahui konflik pengelolaan tambang emas di Pulau Buru maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.  Bagaimana konflik pengelolaan tambang emas di Kabupaten Buru?
2.  Bagaimana upaya Pemerintah Daerah Dalam Mengatasi Konflik di areal Pertambangan?

D.    Tujuan Penelitian
            Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
1)      Untuk mengetahui konflik pengelolaan tambang emas di Pulau Buru.
2)      Untuk mengetahui kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dalam mengatasi konflik di areal pertambangan.
E.     Manfaat Penelitian
            Manfaat penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan keilmuan baik dari aspek teoritis maupun praktis, diantaranya :
1)      Manfaat teoritis, penilitian ini diharapkan mampu memberikan penambahan khazanah keilmuan terutama berkenan dengan penyelesaian konflik.
2)      Manfaat praktis, penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan rujukan baik bagi praktisi sosial, politisi maupun pemerintah yang berkaitan dengan upaya penyelesaian konflik.

F.     Penegasan Isitilah
Penegasan istilah adalah penggambaran secara umum tentang konsep atau istilah tertentu yang berkaitan dengan penelitian, yaitu:
a.       Konflik
Istilah konflik berasal dari kata kerja bahasa Latin configere yang berarti saling memukul. Dari bahasa latin diadopsi ke dalam bahasa Inggris, conflict yang kemudian diadopsi ke dalam Bahasa Indonesia, konflik. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
b.      Upaya
Dalam kamus besar bahasa indonesia, kata upaya berarti usaha, ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dsb).[12] berdasarkan makna dalam kamus besar bahasa indonesia tersebut dapat disimpulkan bahwa kata upaya dilakukan dalam rangka mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar dan sebagainya.
c.       Pertambangan
Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian.
d.      Suku
Adalah suatu golongan manusia yang mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya bedasarkan garis keturunan yang dianggap sama dengan merujuk kepada ciri khas seperti: budaya, bahasa, agama, perilaku.

G.    Defenisi Operasional
        Dengan difinisi operasional maka memberikan kejelasan dan indikator terhadap peneliti sendiri mengenai data apa yang akan dicari, dan oranglain tau maksud konsep yang dipakainya dalam penelitian. Maka adapun indikatornya:
 a. Bagaimana peran Pemerintah dalam menanggulangi konflik pengelolaan tambang emas di Pulau Buru:
1)      Intensitas konflik.
2)      Bentuk-Bentuk Konflik.
b.      Bagaimana upaya pemerintah daerah dalam mengatasi konflik di lokasi tambang emas.       
1)      Bentuk kebijakan pemerintah dalam mengatasi konflik di lokasi pertambangan.
2)      Peran aparat keamanan dalam mengatasi konflik di lokasi pertambangan emas.



BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.    Deskripsi Teori
a.      Teori Konflik
Istilah konflik berasal dari kata kerja bahasa Latin configere yang berarti saling memukul. Dari bahasa latin diadopsi ke dalam bahasa Inggris, conflict yang kemudian diadopsi ke dalam Bahasa Indonesia, konflik. Para pakar telah mengemukakan berbagai definisi mengenai konflik. Definisi yang dikemukakan para pakar tersebut tampak berbeda, walaupun intinya sama, karena mereka mendefinisikan konflik dari perspektif yang berbeda. Ada yang mendefinisikan dari perspektif psikologi, sains prilaku, sosiologi, komunikasi, antropologi dan ilmu sosial[13].
Banyak orang berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang buruk, negatif, dan merusak. Oleh karena itu, konflik harus dicegah dan dihindari. Stephan P. Robbins (1992) menyebut asumsi ini sebagai pandangan tradisional (traditional point of view). Mereka yang menyatakan konflik sebagai sesuatu yang merusak mengasosiasikan konflik dengan sesuatu yang negatif, antara lain sebagai berikut: konflik menimbulkan sesuatu yang buruk, seperti pertentangan kompetisi, perkelahian, perang, dan kerugian. Konflik merusak keharmonisan hidup dan hubungan baik antarmanusia. Konflik merusak keharmonisan keselarasan serta keseimbangan hidup dan interaksi sosial antarmanusia[14].
Sebagian pemimpin dan manajer menganggap konflik itu baik dan diperlukan. Stephen P. Robbins (1992), menyebut asumsi sebagai pandangan penganut yang senang berinteraksi (the interactionist view)menurut asumsi ini konflik diperlukan untuk menciptakan perubahan dan kemajuan. Konflik merupakan proses tesis, antitesis, sintesis dan sintesis. Mereka yang berpendapat konflik baik dan membangun sesuatu yang baru akan menganjurkan para pemimpin manajer untuk meneruskan konflik yang sedang terjadi-secara minimal-untuk mendorong kreativitas dan kritik diri. Tanpa konflik, Orde Lama masih terus berkuasa dan Orde Baru tidak akan pernah ada. Demikian juga, tanpa konflik, reformasi juga tidak akan pernah terjadi di Indonesia.
Adapun beberapa aktifitas konflik berdasarkan bentuk, ciri hingga pihak yang terlibat antaralain:
1.    Konflik konstruktif dan konflik deskruktif
Dalam koflik konstruktif terjadi siklus konflik konstruktif yaitu siklus di mana pihak-pihak yang terlibat konflik sadar akan terjadinya konflik dan merespon konflik secara potisitf untuk menyelesaiakan konflik. Secara give and take. Kedua belah pihak berupaya berkonpromi atau berkolaborasi sehingga terciptanya win dan win Solution yang memuaskan kedua belah pihak yang terlibat konflik.
Konflik konstruktif juga adalah sebagai konflik yang prosesnya mengarah kepada mencari solusi mengenai subtansi konflik.Konflik jenis ini membangun sesuatu yang baru atau mempererat hubungan pihak-pihak yang terlibat konflik; ataupun mereka memperoleh sesuatu yang bermanfaat dari konflik. Pihak-pihak yang terlibat konflik secara fleksibel menggunakan berbagai teknik manajemen konflik, seperti negosiasi, give and take, humor, bahkan  voting untuk mencari solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Sedangkan konflik deskrutif, pihak-pihak yang terlibat konflik tidak fleksibel atau kaku karena tujuan konflik didefinisikan secara sempit yaitu untuk mengalahkan satu sama lain. Interaksi konflik berlarut-larut, siklus konflik tidak terkontrol karena menghindari isu konflik yang sebenarnya interaksi pihak-pihak yang terlibat konflik membentuk spiral yang panjang yang makin lama makin menjauhkan jarak pihak-pihak yang terlibat konflik. Pihak-pihak yang terlibat konflik menggunakan teknik manajemen konflik kompetisi, ancaman konfrontasi, kekuatan, agresi dan sedikit sekali menggunakan nigosiasi untuk menciptakan win dan win solution. Konflik jenis ini merusak kehidupan dan menurunkan kesehatan organisasi konflik deskrutif sulit diselesaikan karena pihak-pihak yang terlibat konflik berupaya saling menyelamatkan muka mereka. Upaya menyelematkan muka membuat konflik berlangsung lama.
2.      Konflik realitas dan non-realitas
Menurut Lewis Coser seperti dikutip oleh Joseph P. Flogerdan Marshal S. Poole (1984) mengelompokkan konflik menjadi konflik realitas dan konflik non realitas.Konflik realitas. Konflik yang terjadi karena perbedaan dan ketidaksepahaman cara pencapain tujuan atau mengenai tujuan yang akan dicapai. Dalam konflik jenis ini interaksi konflik memfokuskan pada isu ketidaksepahaman mengenai subtansi atau objek konflik yang harus diselesaikan oleh pihak yang terlibat konflik. Di sini, metode manajemen konflik yang digunakan adalah dialog, persuasi, musyawarah, voting dan negosiasi. Kekuasaan dan agresi sedikit sekali digunakan. Sedangkan konflik non realistis. Konflik yang terjadi tidak berhubungan dengan isu subtansi penyebab konflik. Konflik ini dipicu oleh kebencian atau prasangka terhadap lawan konflik yang mendorong melakukan agresi untuk mengalahkan atau menghancurkan lawan konfliknya. Penyelesaian perbedaan pendapat mengenai isu penyebab konflik tidak penting. Hal yang penting adalah bagaimana mengalahkan lawannya. Oleh karena itu, metode manajemen konflik yang digunakan adalah agresi, menggunakan kekuasaan, kekuatan dan paksaan. Contoh jenis konflik ini adalah konflik karena perbedaan suku dan ras, yang sudah menimbulkan kebencian yang mendalam[15].
Dan konflik kebijakan pertambangan, konflik terjadi di area pertambangan di Pulau Buru di sebabkan karena pemerintah daerah ingin mengambil alih tetapi ada sebagian masyarakat adat yang tidak sepakat. Sehingga terjadi konflik di antara masyarakat dengan pemerintah daerah.
Konflik pertambangan adat dan pemerintah daerah kabupaten Buru dikarenakan pengelolaan tambang yang tidak tradisonal lagi semenjak awal 2012 dan hal ini mengakibatkan pencemaran lingkungan dan dampak ekonomi yang sanggat tinggi. Sehingga pemerintah ingin mengambil alih lokasi tambang tersebut namun ada saja profokator yang menyebabkan terjadinya konflik antara Masyarakat Adat Kayely dan Ambalau terjadi.
Faktor penyebab terjadinya konflik di tambang emas karena ada oknum-oknum yang tidak bertangung jawab yang membuka lokasi tambang tanpa izin Pemerintah dan perebutan lokasi tambang yang sudah ditutup sesuai Intruksi Bupati No. 1 Tahun 2012. Berdasarkan bagan di atas Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 bahwa semua yang melakukan aktifitas bertambangan maupun yang membeli emas harus patuh memiliki izin usaha sesuai dengan peraturan pemerintah daerah Kabupaten Buru Nomor 11 Tahun 2012 tentang tatacara izin pertambangan.

b.      Teori Kebijakan Publik
Istilah “kebijakan” disempadankan dengan kata bahasa Inggris “Policy” yang dibedakan dari kata “kebijaksanaan” (wisdom) maupun “kebajikan” (virtues). Dengan demikian kebijakan adalah prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan. Menurut Ealu dan Prewit bahwa kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang membuatnya maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan itu). Demikian juga yang disampaikan Titmuss (1974) mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu yang senantiasa berorientasi kepada masalah (problem-oriented) dan berorientasi kepada tindakan (action-oriented). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa suatu kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana konsisten dalam mencapai tujuan tetentu.[16]
Kemudian menurut tadaro (1997) dalam Trodoyo Kusumastanto (2003: 13) menambahkan bahwa suatu kebijakan sifatnya komplementer, terpadu dan saling mendukung. Artinya dalam merumuskan suatu kebijakan sebagai payung bagi pembangunan, kebijakan tersebut tidak boleh berdiri sendiri melainkan merupakan paket kebijakan yang komponen-komponennya saling melengkapi dan menunjang.
Pada dasarnya kebijakan dan pembangunan adalah dua konsep yang terkait. Ketika pembangunan adalah konteks dimana kebijakan beroperasi maka kebijakan yang menunjuk pada kerangka kerja pembangunan, memberikan pedoman bagi pengimplementasian tujuan-tujuan pembangunan kedalam beragam program dan proyek.[17]
Dengan demikian kebijakan publik adalah seperangkat tindakan (Course of action), kerangka kerja (framework), petunjuk (guideline), rencana (plan), peta (map) atau strategi yang dirancang untuk menerjemahkan visi politis pemerintah atau lembaga pemerintah kedalam program dan tindakan untuk mencapai tujuan tertentu.[18] 
Demikian Edward III dan Sharkanshy menjelaskan bahwa kebijakan publik adalah apa yang pemerintah katakan dan dilakukan atau tidak dilakukan. Demikian juga yang disampaikan Dye (1992) kebijakan publik adalah apapun yang pemerintah pilih untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.[19] Dalam elemen utama “kebijakan” adalah tujuan, proses implementasi dan pencapaian hasil suatu inisiatif atau keputusan kolektif yang dibuat oleh pembuat kebijakan ( pemerintah).[20] Dan maksud dan tujuan dari kebijakan publik dibuat adalah untuk memecahkan masalah publik yang tumbuh kembang di masyarakat.[21] Wahab (1991: 13) dalam Joko Widodo (2007: 14) bahwa kebijakan publik ini berkaitan dengan apa yang senyatanya dilakukan oleh pemerintah dan bukan sekedar apa yang ingin dilakukan.
Dalam memahami berbagai definisi kebijakan public trsebut diatas, maka menurut Young dan Quinn dalam Suharto Edi ( 2008 : 44 ) perlu dipahami beberapa konsep kunci yang termuat dalam kebijakan publik:
a). Tindakan Pemerintah yang berwenang. Kebijakan publik adalah tindakan yang dibuat dan diimplemntasikan oleh badan pemerintah yang memilki kewenangan hukum, politis dan finansial untuk melakukannya.
 b). Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata. Kebijakan publik berupaya merespon masalah atau kebutuhan yang konkrit yang berkembang di masyarakat.
c). Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijakan publik biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal, melainkan terdiri dari beberapa pilihan tindakan atau strategi yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu demi kepentingan orang banyak.
d). Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kebijakan publik pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah. Namun, kebijakan publik bisa juga dirumuskan berdasarkan keyakinan bahwa suatu akan dapat dipecahkan  oleh kerangka kebijakan yang sudah ada dan karenanya tidak memerlukan tindakan tertentu.
 e). Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seorang atau beberapa orang aktor. Kebijakan publik berisi sebuah pernyataan atau justifikasi terhadap langkah-langkah atau rencana tindakan yang telah dirumuskan, bukan sebuah maksud atau janji yang belum dirumuskan. Keputusan yang telah dirumuskan dalam kebijakan publik bisa dibuat oleh sebuah badan pemerintah, maupun oleh beberapa perwakilan lembaga pemerintah.





BAB III
                                                        METODE PENELITIAN      

Metode secara umum berisi cara atau langkah-langkah praktis yang ditempuh oleh peneliti untuk mencapai tujuan dari penelitian itu sendiri. Pada bagian ini dipaparkan jenis penelitian, sumber penelitian, teknik pengumpulan data, subyek penelitian, lokasi penelitian dan analisis data.

A.    Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskritif kualitatif, yaitu menggambarkan dan menelah secara lebih jelas dari beberapa faktor yang berkaitan dengan kondisi, situasi dan fenomena yang sedang diselidiki[22], penelitian ini mengambarkan peran pemerintah dalam menangulangi konflik pengelolaan tambang emas di Pulau Buru.

B.     Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat dimana penelitian dilakukan untuk mendapatkan informasi dan data-data yang diperlukan untuk menunjang penelitian ini. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di tambang emas Gunung Botak dan ke Pemerintah Daerah.

C.    Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.          Sumber data primer, diperoleh dari hasil penelitian lapangan secara langsung dari sebenarnya dan pihak-pihak yang bersangkutan dengan konflik pengelolaan tambang emas dalam hal ini untuk memperoleh sumber data primer digunakan teknik wawancara dan observasi. Adapun peneliti mewawancara narasumber sebagai data primer adalah sebagai berikut:
1)      Raja adat petuanan Kayely beserta marga yang berada dalam petuanan Kayely. Informasi yang digali adalah apa yang menjadi latar belakang sampai lokasi tambang emas tidak ingin dikelola pemerintah.
2)      Pemerintah Daerah beserta bidang-bidang yang terkait. Informasi yang digali adalah apa penyebab konflik pengelolaan tambang emas di Pulau Buru.
3)      Masyarakat yang ingin menambang (wajib membayar) karcis masuk sebesar Seratus Ribu Rupiah perorang dan semua pembayaran di lokasi tambang tidak masuk ke Pemerintah Daerah.
b.      Sumber data sekunder, diperoleh dari teknik dokumentasi dan kepustakaan. Hal ini dapat dilakukan dengan mencari dan mengumpulkan. Hal ini dapat dilakukan dengan mencari dan mengumpulkan data melalui informasi secara tertulis atau gambar-gambar yang berhubungan fakta dan kondisi dilapangan tentang konflik pengelolaan tambang emas di Pulau Buru.


D.    Subyek penelitian
Subyek penelitian adalah orang yang bermanfaat untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar sebuah penelitian, karena sebagai subyek yang mampu memberikan informasi yang luas-luasnya, maka dalam penelitian ini peneliti sangat berhati hati dalam menentukan informan, agar didapatkan informasi yang valid dan lengkap.
Peneliti menetapkan para informan peneliti yang dipandang dapat memberikan pengalaman yang seluasnya, terutama yang berhubungan dengan konflik pengelolaan tambang emas, sehingga ditetapkan subyek penelitian ini adalah: Raja kayely, Pemerintah Daerah dan masyarakat yang ikut menambang dan masyarakat yang tidak ikut menambang.

E.     Teknik pengumpulan Data
       Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini mengunakan teknik:
a.       Wawancara
Penelitian ini mengunakan wawancara terstruktur, dalam melakukan wawancara peneliti telah menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang telah disiapkan secara rinci khusunya yang berkaitan dengan konflik pengelolaan tambang emas di Pulau Buru. Pihak yang akan diwawancara dalam penelitian ini adalah Raja Kayely, Pemerintah Daerah dan masyarakat yang ikut menambang maupun yang tidak ikut menambang.
b.      Observasi
Diartikan sebagai pengamatan dan penacatatan secra sistematis terhadap gejala yang tampak objek penelitian.Pengamatan dan pencatatan yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa.Observasi yang peneliti lakukan dengan melihat langsung peran pemerintah dalam pengelolaan konflik di tambang emas Pulau Buru.
c.       Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu metode untuk mengumpulkan data-data yang digunakan untuk menelusuri data-data yang mendukung penelitian ini, dikatakanya juga bahwa dokumentasi juga biasa dipergunakan sebagai data sekunder atau umum. Teknik dokumentasi merupakan penelusuran dokumen-dokumen resmi dalam menjajaki sumber tertulis sehingga memperkaya data, disamping itu juga dapat membantu peneliti dalam menganalisis.
Analisis dokumen dilakukan untuk mengumpulkan data yang ada hubungannya dengan penelitian terhadap konflik pengelolaan tambang emas di Pulau Buru. Teknik dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal atau variabel yang berupa catatan, traskip, buku, surat kabar, majalah, agenda dan sebagainya. Dokumentasi dapat menjawab perumusan dari penelitian ini tentang konflik pengelolaan tambang emas di Pulau Buru.

F.     Teknik Analisis Data
Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskritif kualitatif.Data diperoleh kemudian dikumpulkan untuk diolah secara sistematis.Dimulai dengan wawancara, observasi, mengedit, mengklasifikasi, mereduksi dan selanjutnya aktifitas penyajian data serta menyimpulkan data.Teknis analisis data dalam penelitian ini mengunakan metode analisis interaktif[23].
a.       Reduksi data
Merangkum, meringkas atau mengambil kesimpulan dari data-data yang suda kita dapatkan, dengan mencari fokus atau pokok permasalahan terhadap konflik pengelolaan tambang emas di Pulau Buru. Dengan demekian kita nantinya akan mendapatkan hasil penelitian yang lebih valid. Dari penelitian ini nanti akan dirangkum data-data yang sudah didapatkan baik data primer maupun dari data sekunder. Dengan hakikat objek tersebut, Husserl berpendapat bahwa untuk menangkap hakikat objek-objek tersebut, diperlukan tiga macam reduksi guna menyingkirkan semua hal yang mengganggu dalam mencapai tahap keilmuan pengetahuan[24], yaitu:
1)               Reduksi untuk menyingkirkan segala sesuatu (data) yang subjektif untuk menerima data-data yang objektif.
2)               Reduksi untuk menyingkirkan seluruh pengetahuan tentang objek yang diperoleh dari sumber lain dan semua teori dan hipotesis yang sudah ada.
b.      Display Data
Penyajian data atau display data merupakan langkah kedua setelah reduksi data dilakukan oleh peneliti. Penyajian data diikuti oleh proses mengumpulkan data-data yang saling berhubungan satu sama lain melalui wawancara.
Pendokumentasian dan pengamatan yang lebih mendalam. Hal ini dimaksud untuk memperkuat hasil reduksi data untuk diolah lebih lanjut sehingga pada akhirnya akan menghasilkan suatu kesimpulan terhadap konflik pengelolaan tambang emas di Pulau Buru setelah data diperoleh berupa tulisan baik dari catatan maupun rekaman yang suda reduksi, harus didisplay secara tertentu untuk masing-masing pola, kategori, fokus atau tema yang hendak dipahami dan dimegerti[25] data kemudian disajikan dalam bentuk diskritif. Data-data yang saling berhubungan dikelompokkan sehingga terbentuk kelompok-kelompok data yang selanjutnya akan disimpulkan.
c.       Pengambilan kesimpulan
Langkah ketiga yaitu kesimpulan.Setelah peneliti menarik kesimpulan dari hasil penelitian, peneliti mempelajari dan memahami kembali data-data hasil penelitian, meminta pertimbangan kepada berbagai pihak mengenai data-data yang diperoleh dilapangan.Isi kesimpulan tersebutkan menyatakan kredibilitas dari asumsi awal yang ditentukan oleh peneliti tehadap konflik pengelolaan tambang emas di Pulau Buru.




Daftar Pustaka

A.    Michale huberman, Matthew B. Milles,. Analisis data kwalitatif. 2009. UI press. Jakarta.
Faisal, Sanapiah. Format-format Penelitian Sosial. 2008. Rajawali Pers. Jakarta.
Fajarrahma, 2014. pertambangan emas illegal di bumi khatulistiwadiakses 10 Juni 2016
Jhon, Cresswell,. Research Design, pendekatan kwalitatif, Kuantitatif dan Mised. Yogyakarta: Pustaka belajar.
Ikbar, Yanuar, MA, Metode penelitian sosial kualitatif, 2012, Rafika Aditama. Bandung,
Thomas Sunaryo.”Manajemen Konflik dan Kekerasan”, Makalah pada Sarasehan tentang Antisipasi Kerawanan Sosial di DKI. Diselenggarakan oleh Badan Kesatuan Bangsa Prop.DKI tgl.15-17 September 2002, di Bogor.
Kementrian dalam negeri,2013. Pemerintah Daerah wajib redam potensi konflik di masyarakat. http://www.kemendagri.go.id/article/2013/09/18/pemerintah-daerah-wajib-redam-potensi-konflik-dalam-masyarakat.
Hessel Nogi S. T,. 2013.  “Teori dan Konsep Kebijakan Publik” dalam Kebijakan Publik yang Membumi, konsep, strategi dan kasus, Yogyakarta.  
Salim Hsz, Hukum Pertambangan Di Indonesia,
Makalah Kepolisian Daerah Maluku Resort Pulau Buru tentang Sosialisasi Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang pertambangan, diakses 10 Juni 2016
Suharto, edi. 2008. Analisis Kebijakan Publik “Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. Edisi Revisi. Alfabeta. Bandung.,
Suharto, edi. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Refika aditama. Bandung.,
Widodo, joko. 2007.  Analisis Kebijakan Publik “Konsep dan Aplikasi Proses Kebijakan Publik”.  Bayumedia Publishing. Malang.,
Wirawan. 2013. Konflik dan manajemen konflik Teori,aplikasi,dan penelitian. Ghalia Indonesia.




[1] Thomas Sunaryo.”Manajemen Konflik dan Kekerasan”, Makalah pada Sarasehan tentang Antisipasi Kerawanan Sosial di DKI. Diselenggarakan oleh Badan Kesatuan Bangsa Prop.DKI tgl.15-17 September 2002, di Bogor.
[2] Kementrian dalam negeri,2013. Pemerintah Daerah wajib redam potensi konflik di masyarakat. http://www.kemendagri.go.id/article/2013/09/18/pemerintah-daerah-wajib-redam-potensi-konflik-dalam-masyarakat.
[3] Drs. Hessel Nogi S. T,. 2013.  “Teori dan Konsep Kebijakan Publik” dalam Kebijakan Publik yang Membumi, konsep, strategi dan kasus, Yogyakarta.  hal: 13
[4] Wirawan. 2013. Konflik dan manajemen konflik Teori,aplikasi,dan penelitian. Ghalia Indonesia. Hal: 15
[5] H. Salim Hsz, Hukum Pertambangan Di Indonesia, Hal 115,
[6] Ibid, hal. 118
[7] Fajarrahma, 2014. pertambangan emas illegal di bumi khatulistiwa, , diakses 10 Juni 2016
[8]     Fajarrahma, 2014. pertambangan emas illegal di bumi khatulistiwadiakses 10 Juni 2016
[9]     Makalah Kepolisian Daerah Maluku Resort Pulau Buru tentang Sosialisasi Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang pertambangan, diakses 10 Juni 2016
[10]     PETI (Penambang Tanpa Izin)
[11]     Makalah Kepolisian Daerah Maluku Resort Pulau Buru tentang Sosialisasi Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang pertambangan, dikases 10 Juni 2016
[12] Hasan Alwi, 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia”. Jakarta. Balai Pustaka.hal: 1250. Cetakan Keempat.
[13] Wirawan. 2013. Konflik dan manajemen konflik Teori,aplikasi,dan penelitian. Ghalia Indonesia. Hal: 1
[14]Wirawan, konflik dan manajemen konflik. Teori, aplikasi dan penelitian, 4 Juni 2014
[15]Wirawan, konflik dan manajemen konflik, teori aplikasi dan penelitian 2013, 2 Juni 2014
[16]  Edi Suharto. 2008. Analisis Kebijakan Publik “Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. Edisi Revisi. Alfabeta. Bandung., hal: 7
[17]  Edi Suharto. 2008. Analisis Kebijakan Publik “Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. Edisi Revisi. Alfabeta. Bandung., hal:1
[18]  Edi Suharto. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Refika aditama. Bandung., hal: 107
[19]  Joko Widodo, 2007.  Analisis Kebijakan Publik “Konsep dan Aplikasi Proses Kebijakan Publik”.  Bayumedia Publishing. Malang., hal: 12
[20]   Ibid.,hal: 109
[21]  Joko Widodo, 2007. Analisis Kebijakan Publik “Konsep dan Aplikasi Proses Kebijakan Publik”.  Bayumedia Publishing. Malang., hal: 12
[22]Cresswell, Jhon. Research Design, pendekatan kwalitatif, Kuantitatif dan Mised. Yogyakarta: Pustaka belajar. Hal:167
[23]Matthew B. Milles, A. Michale huberman. Analisis data kwalitatif. 2009. UI press. Jakarta
[24]Dr. Drs. Yanuar Ikbar, MA, Metode penelitian sosial kualitatif, 2012, Rafika Aditama. Bandung, hal:164
[25]Sanapiah Faisal. Format-format Penelitian Sosial. 2008. Rajawali Pers. Jakarta. Hal:256

Tidak ada komentar:

Posting Komentar