Senin, 14 November 2016

Politik Legislasi Dalam Sistem Politik Indonesia


Politik Legislasi Dalam Sistem Politik Indonesia

A.    Latar Belakang
Sejak Suharto turun dari kursi kepresidenan, dinamika politik Indonesia memasuki era baru. Dalam waktu yang relatif singkat, Indonesia mengalami desentralisasi secara besar-besaran. Di satu sisi efeknya, selain terjadi desentralisasi otoritas politik dan Administrasi dari pusat ke daerah yakni pelaku politik seperti pemerintah Daerah, politik lokal, organisasi non pemerintah, dan elite lokal sering jadi immune terhadap intervensi dari pusat disisi lain juga terjadi desentralisasi kekuasaan dari tangan lembaga presiden kepada lembaga-lembaga tinggi negara lainnya. Berbagai lembaga-lembaga tinggi negara terutama DPR akhirnya memiliki kekuasaan yang relatif besar untuk mengendalikan proses pengambilan kebijakan di tingkat Nasional.[1]
Pada dasarnya konsep Trias Politica merupakan konsep pemerintahan yang tentunya akan menentukan sistem politik apa yang dianut dalam suatu negara, paham ini menganggap bahwa kekuasaan yang baik terbagi dalam tiga bidang, yakni Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Paham ini kemudian dianut secara tegas oleh semua negara, baik negara republik seperti halnya Indonesia maupun monarki.[2]  
Kemudian yang menarik dibahas dalam konsep trias politica tersebut diatas adalah berkaitan dengan kedudukan lembaga legislatif. Dimana Lembaga legislatif memiliki kekuatan hukum tersendiri, yakni tidak boleh dan tidak bisa ditundukkan ataupun didominasi oleh lembaga eksekutif. Karena itu dalam negara-negara demokratis, tidak ada sejarah bahwa anggota legislatif diangkat oleh eksekutif. Sebaliknya, lembaga eksekutif harus tunduk kepada legislatif.[3]





B.     Definisi Sisitem Politik
Sebelum sampai pada definisi sistem politik, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui apa arti sistem itu sendiri, walaupun istilah sistem telah sering disebut-sebut dan dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh berbagai kalangan. Sistem itu adalah suatu kumpulan pendapat-pendapat, prinsip-prinsip yang membentuk suatu kesatuan yang berhubungan satu sama lain.
Suatu sistem selalu terkait dengan keadaan dimana bagiannya satu sama lain bergantung secara fungsional, yang mempunyai batas-batas tertentu tapi merupakan komponen-komponen dari pada suatu keutuhan yang bulat. Jika salah satu komponen itu berubah maka bagian-bagian lainnya pasti berubah.
Pada dasarnya konsep sistem politik dipakai untuk keperluan analisa, dimana suatu sistem yang bersifat abstrak pula. Disamping itu konsep sistem politik dapat diterapkan pada suatu situasi yang konkrit, misalnya negara, atau kesatuan yang lebih kecil, seperti kota, atau suku bangsa, ataupun kesatuan yang lebih besar seperti dibidang internasional, dimana sistem politik terdiri dari beberapa negara. Sehingga sistem politik merupakan gejala-gejala politik sebagai suatu kumpulan proses tersendiri yang berbeda dengan proses-proses lainnya.[4]
Sistem politik terdiri dari interaksi peranan para warga negara dan kedudukan yang sama dalam sistem ekonomi, sosial dan lainnya. Suatu sistem politik sebenarnya bukan diatur oleh perorangan melainkan peranan yang telah melembaga. Sehingga sistem politik merupakan hubungan antara manusia yang melibatkan makna yang luas dari kekuasaan, aturan-aturan dan kewenangan.
Sistem politik adalah semua tindakan yang lebih kurang berkaitan langsung dengan pembuatan keputusan keputusan yang mengikat masyarakat. Tanpa input istem tidak akan berfungsi, tanpa output kita tidak mengidentifikasikan pekerjaan yang di kerjakan oleh sistem.[5]
Sistem politik pada dasarnya melaksanakan fungsi kesatuan masyarakat, menyesuaikan dan merubah unsur pertautan hubungan agama dan sistem ekonomi, melindungi kesatuan sistem politik dan ancaman-ancaman dari luar untuk mengembangnya terhadapa masyarakat lain dan menyerangnya. Sistem politik itu menjalankan fungsi-fungsi penyatuan dan penyesuaian baik kedalam masyarakat itu sendiri maupun kedalam masyarakat lain.
Demikian yang disampaikan oleh J. Kristiadi (1994) dalam Imam Hidajat, (2008) menyatakan bahwa dalam sistem dan struktur politik, terdapat nilai-nilai demokrasi didalamnya dan kesemuanya itu berorientasi pada peningkatan harkat dan martabat manusia.
Menurut almond (1980), sistem politik adalah sistem interaksi interaksi yang terdapat di semua masyarakat yang merdeka. Yang melaksanakan fungsi-fungsi integrasi dan adaptasi (baik internal maupun eksternal) dengan cara mengunakan kurang lebih paksaan fisik. Sistem politik digambarkan sebagai berikut :

inputs
output
Political system
 



Menurut rusnadi kantaprawira sistem politik indonesia adalah yang di kategorikan dan berfungsi sebagai mekanisme yang sesuai dengan dasar negara kententuan konstitusional maupun juga memperhitungkan lingkungan masyarakat secara riil.[6]
Gabriel A. Almond menjelaskan ada tiga konsep untuk mengkaji sistem politik. Teori politik yang dimaksud yaitu, Sistem, strutktur dan Fungsi.[7]
Pada sistem politik akan ditemui berbagai struktur politik. Struktrur adalah suatu cara bagaimana suatu itu disusun atau bagaimana pola peranan yang saling mengkait atau hubungan yang sudah mapan diantara individu atau organisasi. Struktur ini relatif mempunyai unsur-unsur yang stabil, seragam dan terpola.
 Sistem politik umumnya berlaku disetiap negara meliputi dua struktur kehidupan politik yakni:
1.      Infrastruktur Politik
Infrastrutur politik meliputi, partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, media komunikasi politik, tokoh politik
2.      Suprastrutur politik
Suprastruktur politik meliputi, pembuatan kebijakan
Gabriel A. Almond menjelaskan bahwa sistem politik yang ideal minimal harus memiliki lembaga-lembaga atau struktur, parlemen, birokrasi badan peralihan, militer, kepolisian serta partai politik dengan fungsinya masing-masing yang dalam konsep trias politica terbagi dalam lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Fungsi sistem politik juga tidak terlepas dari fungsi input dan fungsi output dari sistem politik itu sendiri.[8]
a.       Adapun fungsi input dari suatu sistem politik adalah: sebagai suatu yang menunjukkan berbagai efektifitas yang memungkinkan suatu sistem berjalan. Pada umumnya input dalam suatu sistem politik dimanifestasikan kedalam sebuah dukungan (support) dan tuntutan (demand) input merupakan bahan bakar untuk menjamin keberlangsungan hidup suatu sistem politik itu sendiri.
b.      Sedangkan fungsi Output: pembuatan-pembuatan aturan an kebijakan merupakan salah satu fungsi output  dalam sistem politik.
Jika dikontekskan dengan Indonesia sebagai negara berkembang. Maka menurut ramlan surbakti sistem politiknya juga sedang mencari bentuk yang selaras dan sesuai dengan tingkat perkembangan masyarakat maupun kultur dan struktur masyarakat.[9]



C.       Lembaga Legislatif dan Politik Legislasi
Carl J. Friedrich mengemukakan bahwa parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat (representative assembly), maka legislasi adalah fungsi utamanya.  Sedangkan menurut Montesqueieu, lembaga perwakilan rakyat (representative body) dibentuk untuk membuat UU, atau untuk melihat apakah UU dilaksanakan sebagaimana seharusnya, dan memberikan persetujuan dalam hal kekuasaan eksekutif menentukan menaikkan keuangan publik (public money).
Pada dasarnya legislatif adalah lembaga yang membuat Undang-Undang. Anggota dari lembaga ini dianggap mewakili rakyat sehingga disebut Dewan Perwakkilan Rakyat (DPR) atau parlemen.
Secara umum, lembaga legislatif memiliki dua fungsi penting.
1.      Menentukan kebijakan (Policy) dan membuat undang-undang fungsi ini membuat lembaga legislatif atau DPR atau parlemen mimiliki tiga hak dalam mengambil kebijakan, yaitu hak inisiaitif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan undang-undang yang disusun oleh pemerintah, dan hak budget.
2.      Mengontrol lembaga eksekutif dalam arti menjaga supaya semua tindakan eksekutif sesuai dengan kebijkan-kebijakan yang telah ditetapkan. Untuk itu, lembaga legislatif, DPR, atau parlemen diberi hak-hak kontrol khusus.[10]
Penegasan bahwa Indonesia adalah Negara hukum (rechstaat) dan bukan negara kekuasaan (machstaat). Oleh karena itu dalam menjalankan kekuasaan (sebagai sarana menjalankan amanah rakyat), harus dilaksanakan dengan UU, dan tidak ada satupun tindakan negara, yang tidak didasarkan pada legal basis tertentu. Dan UUD 1945 memberikan kewenangan dalam pembuatan UU kepada DPR.                                                                                                                                                 
Dalam tata pemerintahan RI berdasarkan UU RI 1945, DPR memiliki kedudukan yang sangar strategis dalam proses legislasi. Meski ada lembaga lain seperti MPR dan DPD, namun hanya DPR lah satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan penuh dalam penyusunan Undang-undang. DPR dipilih melalui Pemilu, mereka mewakili partai politik dan masyarakat di daerah pemilihan sebagaimana telah ditetapkan. Daerah pemilihan menggambarkan masyarakat yang diwakilinya, sementara Partai Politik menggambarkan visi dan misi yang hendak diperjuangkan.
Badan legislatif di Indonesia dalam hal ini adalah dewan perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Susunan DPR diatur dengan UU. DPR bersidang setidaknya sekali dalam setahun. DPR memegang kekuasaan membentuk UU. Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. JIka RUU itu tidak mendapat persetujuan, RUU itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu. Presiden mngesahkan RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib di Undangkan.[11]
Unsur-unsur DPR  terdiri dari fraksi dan badan-badan lain yang dikenal dengan alat kelengkapan DPR. Jumlah dan nama-nama anggota fraksi tergantung dari konstelasi anggota DPR hasil pemilu. Sementara itu alat kelengkapan DPR juga berkembang sesuai dengan keperluan dan tuntutan masyarakat.
Badan Legislasi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota Badan Legislasi ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Pimpinan Badan Legislasi merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial, yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
Adapun Fungsi Lembaga Legislasi:
a.       Menyusun rancangan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan undang-undang beserta alasannya untuk satu masa keanggotaan dan untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPR dengan mempertimbangkan masukan dari DPD; mengoordinasi penyusunan program legislasi nasional antara DPR dan Pemerintah.
b.      Menyiapkan  rancangan undang-undang usul DPR berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada pimpinan DPR.
c.       Memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD di luar prioritas rancangan undang-undang tahun berjalan atau di luar rancangan undang-undang yang terdaftar dalam program legislasi nasional.
d.       Melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan undang-undang yang secara khusus ditugaskan oleh Badan Musyawarah.
e.       Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan undang-undang melalui koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus. memberikan masukan kepada pimpinan DPR atas rancangan undang-undang usul DPD yang ditugaskan oleh Badan Musyawarah; dan membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundang-undangan pada akhir masa keanggotaan DPR untuk dapat digunakan oleh Badan Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya.
Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa legislatif berfungsi untuk membentuk UUD dan UU (dalam arti luas) dan membentuk UU saja (dalam arti sempit). Fungsi legislasi berkenaan dengan kewenangan untuk menentukan peraturan yang mengikat warga negara dengan norma-norma hukum yang mengikat dan membatasi.
Menurut Jimly Asshidiqie, pelaksanaan fungsi legislasi[12] dalam pembentukan UU menyangkut 4 bentuk kegiatan :
1.      Prakarsa pembuatan UU (legislative initiation)
2.      Pembahasan rancangan UU (law making process)
3.      Persetujuan atas rancangan UU (law enactment approval)
4.      Pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas perjanjian atau persetujuan internasional dan dokumen-dokumen hukum yang mengikat lainya (binding decision making on international agreement  and treaties or other legal binding documents)
5.      Dalam hal ini perubahan UUD dan UU berada dalam ranah legislatif, sehingga dipandang juga sebagai fungsi legislatif.






















                                        Daftar Pustaka
Asshidique, Jimmly. 2000. Pokok-pokok hukum Tata negara Indonesia Pasca Reformasi. BIP. Jakarta.
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Baharuddin Aritonang, 2006 dalam Radis Bastian, 2015. Sistem-sistem Pemerintahan Sedunia “Ragam Bentuk dan sistem Pemerintahan negara-negara di Dunia. IRCiSoD. Yogyakarta.
Budi Winarno. 2007. Sistem Politik Indonesia Era reformasi. Buku Kita. Jakarta.
Diane Ravitch dan Abigail Thernstrom (Ed). 2005. Demokrasi: Klasik dan Modern-Tulisan Tokoh-tokoh pemikir Ulung sepanjang masa. Yayasan OBor Indonesia. Jakarta. hal: Xiii
Efriza. 2014. Studi Parlemen. Setara Press. Malang.
Hidajat, Imam. 2009. Teori-teori Politik. Setara Press. Malang.
Marudut Simbolon. 2008. Skripsi Partai Politik dan Sistem Politik (Suatu studi Transformasi Pemikiran dan Teori Analsis Sistem Politik Gabriel A Almond Dalam Perspektif Politik Pemerintahan SBY-JK). Departemen Ilmu POlitik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu POlitik USU. Medan.
Nordholt, Henk Schulte dan Klinken, Gerry Van.2014. Politik Lokal di Indonesia. Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan KTTLV. Jakarta.
M. Darmawan Raharjo. 1995.  Sistem Pemilu Demokratisasi dan pembangunan, Jakarta: Pustaka Cidesindo.
Rusnadi kantraprawira. 1992, sistem politik indonesia, sinar baru algesindo edisi 7
Ramlan surbakti. 1992 memahami ilmu politik, PT gramedia widiarsarana indonesia jakarta.
Suhelmi, Ahmad. 2007. Pemikiran Politik Barat. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.



[1]  Henk Schulte Nordholt dan Gerry Van Klinken.2014. Politik Lokal di Indonesia. Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan KTTLV. Jakarta. hal: ix
[2]  Baharuddin Aritonang, 2006 dalam Radis Bastian, 2015. Sistem-sistem Pemerintahan Sedunia “Ragam Bentuk dan sistem Pemerintahan negara-negara di Dunia. IRCiSoD. Yogyakarta. Hal: 24
[3]  Diane Ravitch dan Abigail Thernstrom (Ed). 2005. Demokrasi: Klasik dan Modern-Tulisan Tokoh-tokoh pemikir Ulung sepanjang masa. Yayasan OBor Indonesia. Jakarta. hal: Xiii
[4] Miriam Budiardjo, 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. hal: 57
[5] Marudut Simbolon. 2008. Skripsi Partai Politik dan Sistem Politik (Suatu studi Transformasi Pemikiran dan Teori Analsis Sistem Politik Gabriel A Almond Dalam Perspektif Politik Pemerintahan SBY-JK). Departemen Ilmu POlitik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu POlitik USU. Medan hal: 10
[6] Rusnadi kantraprawira, 1992, sistem politik indonesia, sinar baru algesindo edisi 7
[7] M. Darmawan Raharjo, 1995.  Sistem Pemilu Demokratisasi dan pembangunan, Jakarta: Pustaka Cidesindo. Hal: 19
[8] Budi Winarno. 2007. Sistem Politik Indonesia Era reformasi. Buku Kita. Jakarta hal: 83
[9] Ramlan surbakti, 1992 memahami ilmu politik, PT gramedia widiarsarana indonesia jakarta. Hlm 232
[10] Ahmad Suhelmi. 2007. Pemikiran Politik Barat. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. hal: 201
[11] Efriza. 2014. Studi Parlemen. Setara Press. Malang hal: 99
[12] Jimly Asshidique.2000. Pokok-pokok hukum Tata negara Indonesia Pasca Reformasi. BIP. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar