Politik
Legislasi Dalam Sistem Politik Indonesia
A.
Latar
Belakang
Sejak Suharto
turun dari kursi kepresidenan, dinamika politik Indonesia memasuki era baru.
Dalam waktu yang relatif singkat, Indonesia mengalami desentralisasi secara
besar-besaran. Di satu sisi efeknya, selain terjadi desentralisasi otoritas
politik dan Administrasi dari pusat ke daerah yakni pelaku politik seperti
pemerintah Daerah, politik lokal, organisasi non pemerintah, dan elite lokal
sering jadi immune terhadap
intervensi dari pusat disisi lain juga terjadi desentralisasi kekuasaan dari
tangan lembaga presiden kepada lembaga-lembaga tinggi negara lainnya. Berbagai
lembaga-lembaga tinggi negara terutama DPR akhirnya memiliki kekuasaan yang
relatif besar untuk mengendalikan proses pengambilan kebijakan di tingkat
Nasional.[1]
Pada dasarnya
konsep Trias Politica merupakan
konsep pemerintahan yang tentunya akan menentukan sistem politik apa yang dianut
dalam suatu negara, paham ini menganggap bahwa kekuasaan yang baik terbagi
dalam tiga bidang, yakni Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Paham ini
kemudian dianut secara tegas oleh semua negara, baik negara republik seperti
halnya Indonesia maupun monarki.[2]
Kemudian yang
menarik dibahas dalam konsep trias
politica tersebut diatas adalah berkaitan dengan kedudukan lembaga
legislatif. Dimana Lembaga legislatif memiliki kekuatan hukum tersendiri, yakni
tidak boleh dan tidak bisa ditundukkan ataupun didominasi oleh lembaga
eksekutif. Karena itu dalam negara-negara demokratis, tidak ada sejarah bahwa
anggota legislatif diangkat oleh eksekutif. Sebaliknya, lembaga eksekutif harus
tunduk kepada legislatif.[3]
B.
Definisi
Sisitem Politik
Sebelum sampai pada
definisi sistem politik, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui apa arti sistem
itu sendiri, walaupun istilah sistem telah sering disebut-sebut dan
dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh berbagai kalangan. Sistem itu
adalah suatu kumpulan pendapat-pendapat, prinsip-prinsip yang membentuk suatu
kesatuan yang berhubungan satu sama lain.
Suatu sistem
selalu terkait dengan keadaan dimana bagiannya satu sama lain bergantung secara
fungsional, yang mempunyai batas-batas tertentu tapi merupakan komponen-komponen
dari pada suatu keutuhan yang bulat. Jika salah satu komponen itu berubah maka
bagian-bagian lainnya pasti berubah.
Pada dasarnya
konsep sistem politik dipakai untuk keperluan analisa, dimana suatu sistem yang
bersifat abstrak pula. Disamping itu konsep sistem politik dapat diterapkan
pada suatu situasi yang konkrit, misalnya negara, atau kesatuan yang lebih
kecil, seperti kota, atau suku bangsa, ataupun kesatuan yang lebih besar
seperti dibidang internasional, dimana sistem politik terdiri dari beberapa
negara. Sehingga sistem politik merupakan gejala-gejala politik sebagai suatu
kumpulan proses tersendiri yang berbeda dengan proses-proses lainnya.[4]
Sistem politik
terdiri dari interaksi peranan para warga negara dan kedudukan yang sama dalam
sistem ekonomi, sosial dan lainnya. Suatu sistem politik sebenarnya bukan
diatur oleh perorangan melainkan peranan yang telah melembaga. Sehingga sistem
politik merupakan hubungan antara manusia yang melibatkan makna yang luas dari
kekuasaan, aturan-aturan dan kewenangan.
Sistem politik adalah
semua tindakan yang lebih kurang berkaitan langsung dengan pembuatan keputusan
keputusan yang mengikat masyarakat. Tanpa input istem tidak akan berfungsi,
tanpa output kita tidak mengidentifikasikan pekerjaan yang di kerjakan oleh
sistem.[5]
Sistem politik
pada dasarnya melaksanakan fungsi kesatuan masyarakat, menyesuaikan dan merubah
unsur pertautan hubungan agama dan sistem ekonomi, melindungi kesatuan sistem
politik dan ancaman-ancaman dari luar untuk mengembangnya terhadapa masyarakat
lain dan menyerangnya. Sistem politik itu menjalankan fungsi-fungsi penyatuan
dan penyesuaian baik kedalam masyarakat itu sendiri maupun kedalam masyarakat
lain.
Demikian yang disampaikan
oleh J. Kristiadi (1994) dalam Imam Hidajat, (2008) menyatakan bahwa dalam sistem
dan struktur politik, terdapat nilai-nilai demokrasi didalamnya dan kesemuanya
itu berorientasi pada peningkatan harkat dan martabat manusia.
Menurut almond
(1980), sistem politik adalah sistem interaksi interaksi yang terdapat di semua
masyarakat yang merdeka. Yang melaksanakan fungsi-fungsi integrasi dan adaptasi
(baik internal maupun eksternal) dengan cara mengunakan kurang lebih paksaan
fisik. Sistem politik digambarkan sebagai berikut :
inputs
|
output
|
Political
system
|
Menurut rusnadi
kantaprawira sistem politik indonesia adalah yang di kategorikan dan berfungsi
sebagai mekanisme yang sesuai dengan dasar negara kententuan konstitusional
maupun juga memperhitungkan lingkungan masyarakat secara riil.[6]
Gabriel A.
Almond menjelaskan ada tiga konsep untuk mengkaji sistem politik. Teori politik
yang dimaksud yaitu, Sistem, strutktur dan
Fungsi.[7]
Pada sistem
politik akan ditemui berbagai struktur politik. Struktrur adalah suatu cara
bagaimana suatu itu disusun atau bagaimana pola peranan yang saling mengkait
atau hubungan yang sudah mapan diantara individu atau organisasi. Struktur ini
relatif mempunyai unsur-unsur yang stabil, seragam dan terpola.
Sistem politik umumnya berlaku disetiap negara
meliputi dua struktur kehidupan politik yakni:
1. Infrastruktur
Politik
Infrastrutur politik meliputi,
partai politik, kelompok kepentingan, kelompok penekan, media komunikasi
politik, tokoh politik
2. Suprastrutur
politik
Suprastruktur politik meliputi, pembuatan
kebijakan
Gabriel A.
Almond menjelaskan bahwa sistem politik yang ideal minimal harus memiliki
lembaga-lembaga atau struktur, parlemen, birokrasi badan peralihan, militer,
kepolisian serta partai politik dengan fungsinya masing-masing yang dalam
konsep trias politica terbagi dalam
lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Fungsi
sistem politik juga tidak terlepas dari fungsi input dan fungsi output dari
sistem politik itu sendiri.[8]
a. Adapun
fungsi input dari suatu sistem politik adalah: sebagai suatu yang menunjukkan
berbagai efektifitas yang memungkinkan suatu sistem berjalan. Pada umumnya
input dalam suatu sistem politik dimanifestasikan kedalam sebuah dukungan
(support) dan tuntutan (demand) input merupakan bahan bakar untuk menjamin
keberlangsungan hidup suatu sistem politik itu sendiri.
b. Sedangkan
fungsi Output: pembuatan-pembuatan aturan an kebijakan merupakan salah satu
fungsi output dalam sistem politik.
Jika
dikontekskan dengan Indonesia sebagai negara berkembang. Maka menurut ramlan
surbakti sistem politiknya juga sedang mencari bentuk yang selaras dan sesuai
dengan tingkat perkembangan masyarakat maupun kultur dan struktur masyarakat.[9]
C.
Lembaga
Legislatif dan Politik Legislasi
Carl J. Friedrich mengemukakan bahwa parlemen
sebagai lembaga perwakilan rakyat (representative assembly), maka
legislasi adalah fungsi utamanya. Sedangkan menurut Montesqueieu, lembaga
perwakilan rakyat (representative body) dibentuk untuk membuat UU, atau
untuk melihat apakah UU dilaksanakan sebagaimana seharusnya, dan memberikan persetujuan
dalam hal kekuasaan eksekutif menentukan menaikkan keuangan publik (public
money).
Pada dasarnya legislatif adalah
lembaga yang membuat Undang-Undang. Anggota dari lembaga ini dianggap mewakili
rakyat sehingga disebut Dewan Perwakkilan Rakyat (DPR) atau parlemen.
Secara umum, lembaga
legislatif memiliki dua fungsi penting.
1. Menentukan
kebijakan (Policy) dan membuat
undang-undang fungsi ini membuat lembaga legislatif atau DPR atau parlemen
mimiliki tiga hak dalam mengambil kebijakan, yaitu hak inisiaitif, hak untuk
mengadakan amandemen terhadap rancangan undang-undang yang disusun oleh
pemerintah, dan hak budget.
2. Mengontrol
lembaga eksekutif dalam arti menjaga supaya semua tindakan eksekutif sesuai
dengan kebijkan-kebijakan yang telah ditetapkan. Untuk itu, lembaga legislatif,
DPR, atau parlemen diberi hak-hak kontrol khusus.[10]
Penegasan bahwa
Indonesia adalah Negara hukum (rechstaat) dan bukan negara kekuasaan (machstaat).
Oleh karena itu dalam menjalankan kekuasaan (sebagai sarana menjalankan amanah
rakyat), harus dilaksanakan dengan UU, dan tidak ada satupun tindakan negara,
yang tidak didasarkan pada legal basis tertentu. Dan UUD 1945 memberikan
kewenangan dalam pembuatan UU kepada DPR.
Dalam tata
pemerintahan RI berdasarkan UU RI 1945, DPR memiliki kedudukan yang sangar
strategis dalam proses legislasi. Meski ada lembaga lain seperti MPR dan DPD,
namun hanya DPR lah satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan penuh dalam
penyusunan Undang-undang. DPR dipilih melalui Pemilu, mereka mewakili partai
politik dan masyarakat di daerah pemilihan sebagaimana telah ditetapkan. Daerah
pemilihan menggambarkan masyarakat yang diwakilinya, sementara Partai Politik
menggambarkan visi dan misi yang hendak diperjuangkan.
Badan legislatif
di Indonesia dalam hal ini adalah dewan perwakilan Rakyat (DPR) merupakan
lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Susunan DPR
diatur dengan UU. DPR bersidang setidaknya sekali dalam setahun. DPR memegang
kekuasaan membentuk UU. Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama. JIka RUU itu tidak mendapat persetujuan, RUU itu tidak
boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu. Presiden mngesahkan RUU
yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh presiden dalam waktu
tiga puluh hari semenjak RUU tersebut disetujui, RUU tersebut sah menjadi UU
dan wajib di Undangkan.[11]
Unsur-unsur DPR terdiri dari fraksi dan badan-badan lain yang
dikenal dengan alat kelengkapan DPR. Jumlah dan nama-nama anggota fraksi
tergantung dari konstelasi anggota DPR hasil pemilu. Sementara itu alat
kelengkapan DPR juga berkembang sesuai dengan keperluan dan tuntutan
masyarakat.
Badan Legislasi
dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR
menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi pada permulaan masa
keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota Badan Legislasi
ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah
anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan
tahun sidang. Pimpinan Badan Legislasi merupakan satu kesatuan pimpinan yang
bersifat kolektif dan kolegial, yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan
paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota
Badan Legislasi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional
dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota
tiap-tiap fraksi.
Adapun Fungsi
Lembaga Legislasi:
a. Menyusun
rancangan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan dan prioritas
rancangan undang-undang beserta alasannya untuk satu masa keanggotaan dan untuk
setiap tahun anggaran di lingkungan DPR dengan mempertimbangkan masukan dari
DPD; mengoordinasi penyusunan program legislasi nasional antara DPR dan
Pemerintah.
b. Menyiapkan
rancangan undang-undang usul DPR berdasarkan program prioritas yang telah
ditetapkan. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi
rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, gabungan komisi, atau
DPD sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada pimpinan DPR.
c. Memberikan
pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang diajukan oleh anggota,
komisi, gabungan komisi, atau DPD di luar prioritas rancangan undang-undang
tahun berjalan atau di luar rancangan undang-undang yang terdaftar dalam
program legislasi nasional.
d. Melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau
penyempurnaan rancangan undang-undang yang secara khusus ditugaskan oleh Badan
Musyawarah.
e. Mengikuti
perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan
undang-undang melalui koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus. memberikan
masukan kepada pimpinan DPR atas rancangan undang-undang usul DPD yang
ditugaskan oleh Badan Musyawarah; dan membuat laporan kinerja dan inventarisasi
masalah di bidang perundang-undangan pada akhir masa keanggotaan DPR untuk
dapat digunakan oleh Badan Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya.
Berdasarkan
hal tersebut diketahui bahwa legislatif berfungsi untuk membentuk UUD dan UU
(dalam arti luas) dan membentuk UU saja (dalam arti sempit). Fungsi legislasi
berkenaan dengan kewenangan untuk menentukan peraturan yang mengikat warga
negara dengan norma-norma hukum yang mengikat dan membatasi.
Menurut
Jimly Asshidiqie, pelaksanaan fungsi legislasi[12]
dalam pembentukan UU menyangkut 4 bentuk kegiatan :
1. Prakarsa
pembuatan UU (legislative initiation)
2. Pembahasan
rancangan UU (law making process)
3. Persetujuan
atas rancangan UU (law enactment approval)
4. Pemberian
persetujuan pengikatan atau ratifikasi atas perjanjian atau persetujuan
internasional dan dokumen-dokumen hukum yang mengikat lainya (binding
decision making on international agreement
and treaties or other legal binding documents)
5. Dalam
hal ini perubahan UUD dan UU berada dalam ranah legislatif, sehingga dipandang
juga sebagai fungsi legislatif.
Daftar
Pustaka
Asshidique,
Jimmly. 2000. Pokok-pokok hukum Tata negara Indonesia Pasca Reformasi. BIP.
Jakarta.
Budiardjo,
Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Baharuddin
Aritonang, 2006 dalam Radis Bastian,
2015. Sistem-sistem Pemerintahan Sedunia “Ragam
Bentuk dan sistem Pemerintahan negara-negara di Dunia. IRCiSoD. Yogyakarta.
Budi
Winarno. 2007. Sistem Politik Indonesia Era reformasi. Buku Kita. Jakarta.
Diane
Ravitch dan Abigail Thernstrom (Ed). 2005. Demokrasi: Klasik dan Modern-Tulisan
Tokoh-tokoh pemikir Ulung sepanjang masa. Yayasan OBor Indonesia. Jakarta. hal:
Xiii
Efriza.
2014. Studi Parlemen. Setara Press. Malang.
Hidajat,
Imam. 2009. Teori-teori Politik.
Setara Press. Malang.
Marudut
Simbolon. 2008. Skripsi Partai Politik dan Sistem Politik (Suatu studi Transformasi Pemikiran dan Teori Analsis Sistem Politik
Gabriel A Almond Dalam Perspektif Politik Pemerintahan SBY-JK). Departemen
Ilmu POlitik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu POlitik USU. Medan.
Nordholt,
Henk Schulte dan Klinken, Gerry Van.2014. Politik
Lokal di Indonesia. Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan KTTLV. Jakarta.
M.
Darmawan Raharjo. 1995. Sistem Pemilu
Demokratisasi dan pembangunan, Jakarta: Pustaka Cidesindo.
Rusnadi
kantraprawira. 1992, sistem politik indonesia, sinar baru algesindo edisi 7
Ramlan
surbakti. 1992 memahami ilmu politik, PT gramedia widiarsarana indonesia
jakarta.
Suhelmi,
Ahmad. 2007. Pemikiran Politik Barat. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
[1] Henk Schulte Nordholt dan Gerry Van
Klinken.2014. Politik Lokal di Indonesia.
Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan KTTLV. Jakarta. hal: ix
[2] Baharuddin Aritonang, 2006 dalam Radis Bastian, 2015. Sistem-sistem Pemerintahan Sedunia “Ragam Bentuk dan sistem Pemerintahan
negara-negara di Dunia. IRCiSoD. Yogyakarta. Hal: 24
[3] Diane Ravitch dan Abigail Thernstrom (Ed).
2005. Demokrasi: Klasik dan Modern-Tulisan Tokoh-tokoh pemikir Ulung sepanjang
masa. Yayasan OBor Indonesia. Jakarta. hal: Xiii
[4] Miriam Budiardjo, 2008.
Dasar-dasar Ilmu Politik.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. hal: 57
[5] Marudut Simbolon. 2008. Skripsi Partai
Politik dan Sistem Politik (Suatu studi
Transformasi Pemikiran dan Teori Analsis Sistem Politik Gabriel A Almond Dalam
Perspektif Politik Pemerintahan SBY-JK). Departemen Ilmu POlitik Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu POlitik USU. Medan hal: 10
[6] Rusnadi kantraprawira, 1992,
sistem politik indonesia, sinar baru algesindo edisi 7
[7] M. Darmawan Raharjo, 1995. Sistem Pemilu Demokratisasi dan pembangunan,
Jakarta: Pustaka Cidesindo. Hal: 19
[8] Budi Winarno. 2007. Sistem
Politik Indonesia Era reformasi. Buku Kita. Jakarta hal: 83
[9] Ramlan surbakti, 1992 memahami
ilmu politik, PT gramedia widiarsarana indonesia jakarta. Hlm 232
[10] Ahmad Suhelmi. 2007. Pemikiran
Politik Barat. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. hal: 201
[11] Efriza. 2014. Studi Parlemen.
Setara Press. Malang hal: 99
[12] Jimly Asshidique.2000.
Pokok-pokok hukum Tata negara Indonesia Pasca Reformasi. BIP. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar