TANTANGAN EKONOMI DI TAHUN 2016
Indonesia
menyambut tahun 2016 dengan begitu meriah. Moment penyambutan tahun baru 2016
dengan Sorak-sorai dan harapan akan pembaruan. Telah melewati “tahun politik”
Rakyat berharap ada perbaikan setelah berada satu tahun dalam ketidakpastian
ekonomi, bencana alam, dan korupsi politik.
Akan tetapi tahun 2016 di prediksi
akan menjadi tahun yang sulit dan penuh tantangan bagi pemerintahan serta
seluruh rakyat Indonesia. Semoga kita tidak lupa bahwa tahun 2015 telah menyisakan
banyak masalah yang harus segera all out (tuntas)
diselesaikan. Mungkin yang terdekat ini adalah terkait kesiapan Indonesia dalam
menyambut era ASEAN Economic
Community (AEC).
Kompetisi yang dihadapi kedepan akan jauh lebih
besar dalam menghadapi era ASEAN Economic Community (AEC) sebab Indonesia masih
terkungkung dalam masalah yang sama sejak kesepakatan Pembukaan AEC untuk tahun
2016 yang dilakukan pada KTT ASEAN ke-12 tahun 2007 sampai dengan akhir tahun
2015 yaitu, terkait kesiapan untuk berkompetisi dalam komunitas ekonomi ASEAN
tersebut.
Tantangan Ekonomi
Pertama, terkait laju peningkatan Ekspor dan impor. Tantangan yang dihadapi
Indonesia memasuki tahun 2016 dimana kinerja Ekspor Indonesia yang masih berada
di urutan ke-4 setelah singapura, Malaysia dan Thailand. Juga sebagai importer
tertinggi ke-3 setelah singapura dan Malaysia, merupakan tantangan yang sangat
serius karena telah mengakibatkan neraca perdagangan Indonesia yang defisit
terhadap beberapa negara ASEAN tersebut.
Kedua, laju inflasi membuat kekhawatiran
yang lebih besar bagi Indonesia untuk mampu bersaing di Komunitas Ekonomi
ASEAN. Apalagi dengan tingkat inflasi Indonesia menurut BI yang sampai dengan Desember
tahun 2015 masih berada di atas level 5 persen. Sehingga kondisi ini
menunjukkan bahwa Indonesia tengah berada dalam
Persimpangan. Artinya posisi Indonesia dalam Komunitas Ekonomi ASEAN ini bisa dibilang sedang pada posisi tidak bisa
produktif untuk bersaing dengan Negara yang lain.
Ketiga, kesiapan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) di Indonesia saat ini. Adanya kenyataan bahwa sektor UMKM
memang mampu menyediakan 99,46% lapangan pekerjaan baru, namun kontribusinya
baru 43,42% dari seluruh nilai transaksi perekonomian Indonesia setiap
tahunnya. UMKM di Indonesia sulit berkembang karena dukungan pemerintah pada
sektor ini masih sangant minim. Baik dukungan berupa permodalan, akses pasar,
pembinaan, maupun pendampingan.
Keempat, Potensi aliran modal yang lebih
bebas. Tantangan lain yang akan di hadapi oleh Indonesia adalah bagaimana
mengoptimalkan peluang tersebut. Karena apabila Indonesia gagal, maka Indonesia
hanya akan menjadi negara tujuan pemasaran bagi ASEAN. Apalagi dengan rendahnya
peringkat Indonesia dalam Pelaksanaan usaha. Dimana sampai dengan awal tahun
ini Indonesia masih di peringkat ke 122 dari 185 Negara, sementara peringkat
Negara ASEAN lainnya seperti Thailand berada pada posisi 12, Malaysia posisi
23, Vietnam posisi 93 dan Brunei posisi 96 yang berada jauh di atas Indonesia.
Jika hal ini dibiarkan maka Indonesia akan kehilangan potensi karena investor
akan memilih negara-negara tersebut sebagai tujuan investasinya.
Daya Saing Sumber
Daya Manusia
Meskipun dalam hal jumlah SDM, Indonesia tidak perlu
khawatir, tetapi harus tetap dipertimbangkan pula mengenai kemampuan bersaing
dan kualitas SDM Indonesia. Apalagi terkait mobilitas tenaga kerja terampil dan
tidak terampil. Indonesia memang merupakan salah satu pengekspor tenaga kerja
terbesar ke luar negeri, akan tetapi semua justru kebanyakan berasal dari
tenaga kerja tidak terampil. Sedangkan, dalam konteks ASEAN Economic Community
ini belum mengarah pada penempatan tenaga kerja tidak terampil tetapi lebih memfokuskan
pada tenaga terampil sehingga akan menunjang kerjasama antar bangsa. Apalagi
berdasarkan (Laporan Bank Dunia, 2015), terjadi kesenjangan besar dalam
kualitas tenaga terampil di Indonesia. Disebutkan kesenjangan terbesar adalah
penggunaan bahasa Inggris (44%), penggunaan komputer (36%), ketrampilan
perilaku (30%), ketrampilan berpikir kritis (33%) dan ketrampilan dasar (30%).
Hal yang lebih mengenaskan lagi adalah ketimpangan jumlah pekerja di Indonesia
dimana hanya 7% saja yang mengenyam pendidikan tinggi. Dengan demikian kemampuan
bersaing SDM tenaga kerja Indonesia harus ditingkatkan baik secara formal
maupun informal, untuk mencegah membanjirnya tenaga kerja terampil dari luar.
Dua Kemungkinan Yang terjadi
Pertama jika Indonesia mampu memanfaatkan Komunitas Ekonomi ASEAN
tersebut, maka perekonomian Indonesia akan mencapai kejayaan. Kejayaan dalam
arti Indonesia sebagai bangsa besar yang berpengaruh dan di hormati Dunia,
khususnya ASEAN, karena mampu memanfaatkan semangat Globalisasi. Artinya,
dengan penerapan AEC 2016, terbuka pasar yang lebih luas bagi pengusaha
Indonesia dengan kemungkinan untuk melakukan ekspansi ke negara tetangga.
Kedua,
Jika Indonesia tidak mampu memanfaatkannya, maka perekonomian Indonesia akan
terjun bebas. Artinya Indonesia hanya dimanfaatkan sebagai pasar bagi berbagai
komoditas barang dan jasa negara-negara ASEAN. Dengan tingkat kondusivitas
pertumbuhan pereoknomian serta jumlah populasi penduduk terbesar di ASEAN,
sangat memungkinkan hal ini terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar