Minggu, 13 November 2016

TANTANGAN EKONOMI DI TAHUN 2016


TANTANGAN EKONOMI DI TAHUN 2016
 
Indonesia menyambut tahun 2016 dengan begitu meriah. Moment penyambutan tahun baru 2016 dengan Sorak-sorai dan harapan akan pembaruan. Telah melewati “tahun politik” Rakyat berharap ada perbaikan setelah berada satu tahun dalam ketidakpastian ekonomi, bencana alam, dan korupsi politik.

            Akan tetapi tahun 2016 di prediksi akan menjadi tahun yang sulit dan penuh tantangan bagi pemerintahan serta seluruh rakyat Indonesia. Semoga kita tidak lupa bahwa tahun 2015 telah menyisakan banyak masalah yang harus segera all out (tuntas) diselesaikan. Mungkin yang terdekat ini adalah terkait kesiapan Indonesia dalam menyambut era ASEAN Economic Community (AEC).

Kompetisi yang dihadapi kedepan akan jauh lebih besar dalam menghadapi era ASEAN Economic Community (AEC) sebab Indonesia masih terkungkung dalam masalah yang sama sejak kesepakatan Pembukaan AEC untuk tahun 2016 yang dilakukan pada KTT ASEAN ke-12 tahun 2007 sampai dengan akhir tahun 2015 yaitu, terkait kesiapan untuk berkompetisi dalam komunitas ekonomi ASEAN tersebut.  

Tantangan Ekonomi
Pertama, terkait laju peningkatan Ekspor dan impor. Tantangan yang dihadapi Indonesia memasuki tahun 2016 dimana kinerja Ekspor Indonesia yang masih berada di urutan ke-4 setelah singapura, Malaysia dan Thailand. Juga sebagai importer tertinggi ke-3 setelah singapura dan Malaysia, merupakan tantangan yang sangat serius karena telah mengakibatkan neraca perdagangan Indonesia yang defisit terhadap beberapa negara ASEAN tersebut.

Kedua, laju inflasi membuat kekhawatiran yang lebih besar bagi Indonesia untuk mampu bersaing di Komunitas Ekonomi ASEAN. Apalagi dengan tingkat inflasi Indonesia menurut BI yang sampai dengan Desember tahun 2015 masih berada di atas level 5 persen. Sehingga kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia tengah berada dalam Persimpangan. Artinya posisi Indonesia dalam Komunitas Ekonomi ASEAN ini bisa dibilang sedang pada posisi tidak bisa produktif untuk bersaing dengan Negara yang lain.

Ketiga, kesiapan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia saat ini. Adanya kenyataan bahwa sektor UMKM memang mampu menyediakan 99,46% lapangan pekerjaan baru, namun kontribusinya baru 43,42% dari seluruh nilai transaksi perekonomian Indonesia setiap tahunnya. UMKM di Indonesia sulit berkembang karena dukungan pemerintah pada sektor ini masih sangant minim. Baik dukungan berupa permodalan, akses pasar, pembinaan, maupun pendampingan.

Keempat, Potensi aliran modal yang lebih bebas. Tantangan lain yang akan di hadapi oleh Indonesia adalah bagaimana mengoptimalkan peluang tersebut. Karena apabila Indonesia gagal, maka Indonesia hanya akan menjadi negara tujuan pemasaran bagi ASEAN. Apalagi dengan rendahnya peringkat Indonesia dalam Pelaksanaan usaha. Dimana sampai dengan awal tahun ini Indonesia masih di peringkat ke 122 dari 185 Negara, sementara peringkat Negara ASEAN lainnya seperti Thailand berada pada posisi 12, Malaysia posisi 23, Vietnam posisi 93 dan Brunei posisi 96 yang berada jauh di atas Indonesia. Jika hal ini dibiarkan maka Indonesia akan kehilangan potensi karena investor akan memilih negara-negara tersebut sebagai tujuan investasinya.

Daya Saing Sumber Daya Manusia

Meskipun dalam hal jumlah SDM, Indonesia tidak perlu khawatir, tetapi harus tetap dipertimbangkan pula mengenai kemampuan bersaing dan kualitas SDM Indonesia. Apalagi terkait mobilitas tenaga kerja terampil dan tidak terampil. Indonesia memang merupakan salah satu pengekspor tenaga kerja terbesar ke luar negeri, akan tetapi semua justru kebanyakan berasal dari tenaga kerja tidak terampil. Sedangkan, dalam konteks ASEAN Economic Community ini belum mengarah pada penempatan tenaga kerja tidak terampil tetapi lebih memfokuskan pada tenaga terampil sehingga akan menunjang kerjasama antar bangsa. Apalagi berdasarkan (Laporan Bank Dunia, 2015), terjadi kesenjangan besar dalam kualitas tenaga terampil di Indonesia. Disebutkan kesenjangan terbesar adalah penggunaan bahasa Inggris (44%), penggunaan komputer (36%), ketrampilan perilaku (30%), ketrampilan berpikir kritis (33%) dan ketrampilan dasar (30%). Hal yang lebih mengenaskan lagi adalah ketimpangan jumlah pekerja di Indonesia dimana hanya 7% saja yang mengenyam pendidikan tinggi. Dengan demikian kemampuan bersaing SDM tenaga kerja Indonesia harus ditingkatkan baik secara formal maupun informal, untuk mencegah membanjirnya tenaga kerja terampil dari luar.

Dua Kemungkinan Yang terjadi

Pertama jika Indonesia mampu memanfaatkan Komunitas Ekonomi ASEAN tersebut, maka perekonomian Indonesia akan mencapai kejayaan. Kejayaan dalam arti Indonesia sebagai bangsa besar yang berpengaruh dan di hormati Dunia, khususnya ASEAN, karena mampu memanfaatkan semangat Globalisasi. Artinya, dengan penerapan AEC 2016, terbuka pasar yang lebih luas bagi pengusaha Indonesia dengan kemungkinan untuk melakukan ekspansi ke negara tetangga.

Kedua, Jika Indonesia tidak mampu memanfaatkannya, maka perekonomian Indonesia akan terjun bebas. Artinya Indonesia hanya dimanfaatkan sebagai pasar bagi berbagai komoditas barang dan jasa negara-negara ASEAN. Dengan tingkat kondusivitas pertumbuhan pereoknomian serta jumlah populasi penduduk terbesar di ASEAN, sangat memungkinkan hal ini terjadi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar