Minggu, 13 November 2016

LUASAN HUTAN MANGROVE MENYUSUT, BENCANA INTAI KAWASAN PESISIR INDONESIA


LUASAN HUTAN MANGROVE MENYUSUT, BENCANA INTAI KAWASAN PESISIR INDONESIA


Beberapa tahun terakhir ini terdapat kecenderungan bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil rentan mengalami kerusakan akibat aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumber dayanya atau akibat bencana alam. Selain itu akumulasi dari berbagai kegiatan eksploitasi yang bersifat parsial/sektoral diwilayah pesisir sering menimbulkan kerusakan pada sumber daya kawasan pesisir karena akibat dari adanya kecenderungan sumberdaya daratan yang langka, dengan demikian target dasar pembangunan ekonomi Indonesia akan bertumpu pada zona pantai dan sumber-sumbernya termasuk dalam hal ini ekosistem hutan mangrove. 

Dan hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan atau pulau-pulau kecil dan merupakan potensi sumber daya alam yang sangat potensial. Karena Pentingnya Mangrove bagi Ekosistem laut dan sebagai penyanggah di daerah pesisir maka Tema Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun 2014 yang jatuh pada setiap tanggal 5 Juni diarahkan menyelamatkan pesisir pantai, termasuk hutan mangrove.

Status Kerusakan Mangrove
Akan tetapi sampai dengan akhir tahun 2014 menurut data dari Menteri Kehutanan Republik Indonesia telah terjadi kerusakan hampir 58% atau sebanyak 1,8 juta hektar hutan mangrove dari total luasan hutan mangrove di Indonesia yang berdasarkan data dari Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut (PSSDAL) tahun 2009 yang terdapat 3.244.018,460 hektar dan yang sebelumnya pada tahun 2007 terdapat 9 juta hektar luas kawasan hutan mangrove di Indonesia.
 
Penyusutan jumlah luasan hutan mangrove tersebut karena fenomena konversi hutan mangrove yang dijadikan sebagai kawasan pengembangan perumahan dan pemukiman, jalan raya, reklamasi pantai yang makin marak, serta kegiatan-kegiatan komersial seperti penggalian pasir, pertambakan untuk budidaya perairan, produksi garam, pertanian dan industri pertambangan. Selain itu adanya program kebangkitan udang oleh pemerintah pada 2013, juga memperbesar potensi kerusakan hutan mangrove. Kegiatan terakhir ini memberi kontribusi terbesar dalam pengrusakan ekosistem hutan mangrove. 

Akhirnya eksploitasi yang berlebihan tersebut telah mengidentifikasikan fenomena kerusakan yang tidak hanya mengancam kemampuan hutan mangrove sebagai ekosistem pesisir dalam menyediakan sumberdaya alam, tapi juga telah mereduksi kemampuannya dalam mencegah bencana alam di wilayah pesisir.

Potensi Bencana Di Wilayah Peisisir

Di Indonesia terdapat 17.480 pulau yang terdiri dari pulau-pulau kecil dan besar, namun sebesar 65% pulau kecil rentan tenggelam, selama ini saja 24 pulau kecil telah hilang  disebabkan tsunami, abrasi dan pertambangan pasir. Namun perlu diketahui kelompok yang nyata-nyata akan menjadi korban pertama global warming, yaitu negara-negara yang memiliki lokasi kelautan atau disebut negara-negara kelautan. Termasuk dalam pengertian ini negara-negara kepulauan yang terdiri atas pulau-pulau kecil. Pada konteks Indonesia kelompok yang akan menderita secara langsung yaitu populasi masyarakat pesisir. 

Dan menurut analisis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ancaman dan kerentanan bencana nasional terus meningkat terutama diwilayah peisisir. Misalnya saja data sampai dengan Desember tahun 2014 telah terjadi dominasi 90 persen bencana Hidrometeorologi di Indonesia dan dimana di identifikasi ada 404 kabupaten/kota dengan 115 juta orang rentan gelombang tinggi, 315 kabupaten/kota dengan 60,9 juta orang rentan banjir rob.

Juga yang perlu dikhawatirkan adalah terjadinya intrusi air asin ke dalam akuifer daratan di wilayah pesisir. Dimana masyarakat nantinya akan kesulitan mendapatkan air tawar karena bercampur dengan air laut akibat tidak adanya tanaman penyangga. Karena selain menahan banjir rob, mangrove juga berfungsi menjaga kesimbangan hidrostatik air bawah tanah tawar dan air asin dari laut.

 Untuk itu agar tidak terjadi bencana yang menyebabkan korban jiwa dan juga menimbulkan kerugian materiil yang banyak yang dapat merugikan Negara, maka penting  mendorong political will (kemauan politik ) pemerintah dan masyarakat Indonesia maupun dunia untuk turut berpartisipasi untuk bertindak. Tindakan yang dimaksud ialah pengembangan dan pengimplementasian konsep co-manajement (pengelolaan bersama) di antara pemangku kepentingan dan masyarakat dalam aktivitas program rehabilitasi dan Proteksi terhadap hutan mangrove. Karena Konservasi hutan mangrove selain dianggap untuk mempertahankan fungsi Ekonomis, fungsi biologis biota laut, juga sebagai strategi mitigasi perubahan iklim. Dimana konservasi mangrove bisa ikut mencegah resiko bencana berupa Gelombang Pasang, abrasi, banjir rob dan bencana ekologis lainnya diwilayah pesisir Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar