LUASAN
HUTAN MANGROVE MENYUSUT, BENCANA INTAI KAWASAN PESISIR INDONESIA
Beberapa tahun terakhir ini terdapat
kecenderungan bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil rentan mengalami
kerusakan akibat aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumber dayanya atau
akibat bencana alam. Selain itu akumulasi dari berbagai kegiatan eksploitasi
yang bersifat parsial/sektoral diwilayah pesisir sering menimbulkan kerusakan
pada sumber daya kawasan pesisir karena akibat dari adanya kecenderungan
sumberdaya daratan yang langka, dengan demikian target dasar pembangunan
ekonomi Indonesia akan bertumpu pada zona pantai dan sumber-sumbernya termasuk
dalam hal ini ekosistem hutan mangrove.
Dan hutan mangrove merupakan salah satu
bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas, terdapat di daerah pasang surut di
wilayah pesisir, pantai, dan atau pulau-pulau kecil dan merupakan potensi
sumber daya alam yang sangat potensial. Karena Pentingnya Mangrove bagi
Ekosistem laut dan sebagai penyanggah di daerah pesisir maka Tema Hari
Lingkungan Hidup Sedunia tahun 2014 yang jatuh pada setiap tanggal 5 Juni diarahkan menyelamatkan pesisir pantai,
termasuk hutan mangrove.
Status Kerusakan
Mangrove
Akan tetapi sampai dengan akhir tahun 2014
menurut data dari Menteri Kehutanan Republik Indonesia telah terjadi kerusakan
hampir 58% atau sebanyak 1,8 juta hektar hutan mangrove dari total luasan hutan mangrove di Indonesia yang
berdasarkan data dari Pusat Survei Sumber Daya
Alam Laut (PSSDAL) tahun 2009 yang terdapat 3.244.018,460 hektar dan yang sebelumnya pada tahun 2007 terdapat 9 juta
hektar luas kawasan hutan mangrove di Indonesia.
Penyusutan jumlah luasan hutan mangrove
tersebut karena fenomena konversi hutan mangrove yang dijadikan sebagai kawasan
pengembangan perumahan dan pemukiman,
jalan raya, reklamasi pantai yang makin
marak, serta kegiatan-kegiatan komersial seperti
penggalian pasir, pertambakan untuk
budidaya perairan, produksi garam, pertanian dan industri pertambangan. Selain
itu adanya program kebangkitan udang oleh pemerintah pada 2013, juga
memperbesar potensi kerusakan hutan mangrove.
Kegiatan terakhir ini memberi kontribusi terbesar dalam pengrusakan ekosistem
hutan mangrove.
Akhirnya eksploitasi yang berlebihan tersebut
telah mengidentifikasikan fenomena kerusakan yang tidak hanya mengancam
kemampuan hutan mangrove sebagai ekosistem pesisir dalam menyediakan sumberdaya
alam, tapi juga telah mereduksi kemampuannya dalam mencegah bencana alam di
wilayah pesisir.
Potensi Bencana Di
Wilayah Peisisir
Di Indonesia terdapat 17.480 pulau yang
terdiri dari pulau-pulau kecil dan besar, namun sebesar 65% pulau kecil rentan
tenggelam, selama ini saja 24 pulau kecil telah hilang disebabkan tsunami, abrasi dan pertambangan pasir.
Namun perlu diketahui kelompok yang nyata-nyata akan menjadi korban pertama
global warming, yaitu negara-negara yang memiliki lokasi kelautan atau disebut
negara-negara kelautan. Termasuk dalam pengertian ini negara-negara kepulauan
yang terdiri atas pulau-pulau kecil. Pada konteks Indonesia kelompok yang akan
menderita secara langsung yaitu populasi masyarakat pesisir.
Dan menurut analisis Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), ancaman dan kerentanan bencana nasional terus
meningkat terutama diwilayah peisisir. Misalnya saja data sampai dengan Desember tahun 2014 telah terjadi dominasi 90 persen
bencana Hidrometeorologi di Indonesia dan dimana di identifikasi ada 404
kabupaten/kota dengan 115 juta orang rentan gelombang tinggi, 315 kabupaten/kota
dengan 60,9 juta orang rentan banjir rob.
Juga yang perlu dikhawatirkan adalah
terjadinya intrusi air asin ke dalam akuifer daratan di wilayah pesisir. Dimana
masyarakat nantinya akan kesulitan mendapatkan air tawar karena bercampur
dengan air laut akibat tidak adanya tanaman penyangga. Karena selain menahan
banjir rob, mangrove juga berfungsi menjaga kesimbangan hidrostatik air bawah
tanah tawar dan air asin dari laut.
Untuk itu agar tidak
terjadi bencana yang menyebabkan korban jiwa dan juga menimbulkan kerugian materiil
yang banyak yang dapat merugikan Negara, maka penting mendorong political
will (kemauan politik ) pemerintah dan masyarakat Indonesia maupun dunia
untuk turut berpartisipasi untuk bertindak. Tindakan yang dimaksud ialah
pengembangan dan pengimplementasian konsep co-manajement
(pengelolaan bersama) di antara pemangku kepentingan dan masyarakat dalam
aktivitas program rehabilitasi dan Proteksi terhadap hutan mangrove. Karena Konservasi
hutan mangrove selain dianggap untuk mempertahankan fungsi Ekonomis, fungsi
biologis biota laut, juga sebagai strategi mitigasi perubahan iklim. Dimana
konservasi mangrove bisa ikut mencegah resiko bencana berupa Gelombang Pasang, abrasi,
banjir rob dan bencana ekologis lainnya diwilayah pesisir Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar